Tidak ada pilihan lain di Jakarta, lagian bosan juga ke mal terus. Akhirnya ke museum"
Jakarta (Antara News) - Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal Museum Fatahillah agaknya sudah masuk daftar wajib kunjungan wisata.

Dahulu, museum yang diresmikan pada 30 Maret 1974 itu kurang laku dan mengirim imaji horor, tapi kini orang-orang ramai mendatanginya seperti terjadi pada sepanjang libur imlek Sabtu dan Ahad lalu.

Di masa kolonial Belanda, museum ini berfungsi sebagai balai kota (Stadhius) selama 215 tahun, dari 1710 sampai 1925.

"Sering dengar cerita dari teman-teman yang sudah pernah ke sini, jadi penasaran, sudah tidak kepikiran horornya lagi meskipun gedungnya tua,"  kata Cahya Ningsih sambil tersenyum.

Datang bersama teman-temannya, Cahya juga mengunjugi museum lain di kawasan kota tua seperti Museum Wayang, Museum Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri.

"Sekarang kalau jalan-jalan tidak harus ke mal, kalau ke museum kan menambah pengetahuan," tambah siswi salah satu sekolah menengah pertama di Jakarta itu.

Tak hanya wisatawan lokal, turis mancanegara juga terlihat berlalu lalang di sini.  Tak terkecuali Nellaka, wisatawan asal Belanda, yang datang bersama suami dan anak lelakinya.

"Kami sedang mengunjungi anak lelaki kami yang bekerja di Jakarta," kata Nellaka kepada ANTARA News.

Nellaka lama mencermati properti Ruang Sidang Dewan Pengadilan (Raad van Justitie) di lantai dua museum itu di mana lemari-lemari besar, penyekat ruangan, dan meja panjang bdengan kursi-kursi tinggi, memenuhinya.

"Beautiful!," lontar wanita berambut pendek itu. "Barang-barang bekas kolonial ini masih dirawat dengan baik."

Namun, dibalik kekagumannya itu, dia mengaku malu menjadi orang Belanda.

"Saya malu. Saya mendengar bahwa orang-orang kolonial Belanda pada masa itu menyiksa orang-orang Indonesia," ungkapnya.

Nellaka kaget sewaktu mengetahui ada ruang bekas penjara bawah tanah yang dulu dipakai untuk menahan para terhukum sebelumd divonis hakim. Tapi, banyak tahanan meninggal sebelum perkara mereka diajukan ke pengadilan.

"Saya tidak bisa bayangkan dulu seperti apa," kata Nellaka menahan kekagetannya.

Rekreasi edukatif

Menurut Khasirun, staf Koleksi dan Perawatan Museum Sejarah Jakarta, naik signifikannya jumlah pengunjung ke Kota Tua terjadi setelah daerah ini dijadikan pusat tujuan wisata.

"Hal ini tidak lepas dari promosi pemerintah, sehingga kawasan kota tua sudah mendunia," kata Khasirun.

Berdasarkan data Museum Sejarah Jakarta periode 2007 hingga 2011, grafik pengunjung terus naik. Pada 2007, jumlah pengunjung hanya 78.081 orang, namun empat tahun kemudian membenngkak enam kali lipat menjadi 459.167 orang.

Museum lain seperti Museum Bank Indonesia juga begitu. Menurut seorang petugas yang enggan menyebut namanya, pengunjung museum yang dibangun pada 2006 itu mulai ramai datang pada 2009 saat ditetapkan kawasan Kota Tua.

"Selain itu, museum ini juga memiliki program-program dengan mengundang siswa dari berbagai sekolah di Indonesia untuk mengunjungi museum secara gratis," lanjutnya.

Museum Bank Indonesia menyajikan informasi mengenai Bank Indonesia yang terbentuk pada 1953. Museum ini memanfaatkan teknologi modern dan multimedia seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama.

Kemasannya yang apik juga membuat nyaman pengunjung saat menelusurinya.  Ni Luh Kirana, ibu dari Made Dwi Putri  yang ditemaninya mengunjungi museum-museum dalam rangka tugas sekolah, salah satunya.

"Museum Bank Indonesia sepertinya sudah lengkap ya," katanya.

Tak kalah apik dan ramai adalah museum wayang.  Saat akhir pekan, museum yang asalnya Gereja "de Oude Holandsche Kerk" itu selalu ramai didatangi pengunjung.

Museum ini mengenalkan karakter dan prilaku lakon dari berbagai daerah melalui tampilan wayang kulit, wayang golek, wayang kaca, wayang beber, dan masih banyak lagi.  Itu masih ditambah pagelaran wayang setiap bulan.

Di museum-museum itu, anak-anak berseragam dari berbagai sekolah dan tingkatan, mendominasi warna pengunjung museum.

Yeti Nurhayati, datang dari Serang, Banten, bersama teman dan gurunya untuk "study tour".  Ini adalah kunjungan pertama siswi kelas XII SLTA Baros itu ke museum-museum Jakarta.

"Di Museum Bank Indonesia jadi mengerti uang jaman dulu dan berbagai macam sejarah," katanya.

Bosan ke mal

Lain lagi dengan pasangan kekasih Lutfi Martini dan Taris Mafazi.  Mereka sengaja menghabiskan waktu berdua dengan mengunjungi museum.

"Tidak ada pilihan lain di Jakarta, lagian bosan juga ke mal terus. Akhirnya ke museum, sekalian ingin ngerti sejarah masa lalu," kata pasangan asal Cijantung, Jakarta Timur itu.

Orang-orang tampaknya mulai mencintai museum dan mungkin ini karena berubah

apalagi belakangan pemerintah intensif melakukan konservasi, salah satunya Museum Sejarah Jakarata yang dikonservasi secara bertahap tahun ini.

"Program konservasi pasti ada karena kita selalu mengawasi fungsi gedung," kata Widyastuti, petugas Museum Sejarah Jakarta.

Yang juga mesti diubah adalah persepsi masyarakat tentang museum.  Ini karena, mengutip Khasirun, masyarakat keliru menafsirkan museum hanya sebagai tempat penyimpanan benda kuno.

"Masuk ke museum itu belajar sejarah...bukan sekadar benda kuno tetapi hasil karya seni manusia, bukan sekadar bangunan tua tetapi bagaimana itu bisa kokoh hingga sekarang," jelasnya.

Khasirun memandang kunjungan ke museum adalah kegiatan rekreasi edukatif yang membuat pola pikir berkembang.  "Masyarakat yang kuat dan hebat seharusnya belajar ke museum sejak dini," katanya.

Yang jelas Khasirun boleh lega, karena kini minat masyarakat mengunjungi museum kian tinggi.

M007

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012