Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memperhitungan dengan betul-betul dan mengambil sikap yang tegas soal kebijakan bahan bakar minyak (BBM) sehingga ada kepastian, kata seorang pengusaha nasional Oesman Sapta.

"Perlu kepastian kebijakan dan ketegasan dengan memperhatikan risiko-risikonya. Setelah itu sosialisasikan kebijakan tersebut kepada masyarakat," kata Oesman yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Nasional usai pertemuan dengan pimpinan media massa di Jakarta, Selasa.

Saat ini pemerintah akan membuat program pembatasan premium dan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas. Selain itu juga ada opsi menaikkan harga BBM jenis premium.

Pemilik OSO Group tersebut mengatakan, pemerintah, Pertamina, DPR dan semua pihak terkait harus betul-betul menghitung untung ruginya kebijakan yang diambil.

"Kalau naik bagaimana . Kalau tidak bagaimana," katanya.

Sesuatu kebijakan, kata Oesman Sapta, tentu ada dampaknya. Selain itu, katanya, dalam mengambil kebijakan perlu momentum yang tepat. Dengan adanya momentum yang tepat maka dampak negatif dapat dikurangi.

"Pemerintah harus memperhatikan hal ini," katanya.

Setelah itu, lanjutnya, maka perlu sosialisasi kepada masyarakat sehingga mereka mengetahui kebijakan tersebut dengan benar termasuk alasan mengapa suatu kebijakan tersebut diambil.

Jika tidak dilakukan sosialisasi dengan baik maka dikhawatirkan akan terjadi salah persepsi atau salah pengertian terhadap suatu kebijakan.


Pertamina alihkan

Sementara PT Pertamina (Persero) akan mengalihkan impor bahan bakar premium ke pertamax menyusul program pembatasan premium bersubsidi yang direncanakan mulai 1 April 2012.

Direktur Pengolahan Pertamina Edi Setianto mengatakan secara akumulasi, pihaknya sebenarnya tidak menambah impor menyusul program pembatasan premium tersebut.

"Kami hanya alihkan impor yang sebelumnya mogas 88 (premium dengan angka oktan 88) ke mogas 92 (premium dengan angka oktan 92)," katanya.

Menurut dia, saat ini, kebutuhan premium mencapai 24 juta kiloliter per tahun dan pertamax sekitar 800 ribu kiloliter per tahun. Dari kebutuhan tersebut, produksi kilang milik Pertamina hanya mampu memenuhi sebesar 12 juta kiloliter premium dan 500 ribu kiloliter pertamax per tahun.

Artinya, Pertamina masih mengimpor sebanyak 12 juta premium dan sekitar 300 ribu kiloliter pertamax per tahun.

Dengan demikian, ia mengatakan, kalau setelah program pembatasan premium bersubsidi berjalan, kebutuhan pertamax pada tahun 2012 diperkirakan mencapai tiga hingga empat juta kiloliter, maka Pertamina hanya akan mengalihkan impor yang sebelumnya premium ke pertamax.

Pertamina memperkirakan, konsumsi premium bersubsidi pada 2012 pascapembatasan akan mencapai 21,9 juta kiloliter.

Dengan produksi kilang sendiri mencapai 12 juta kiloliter, maka Pertamina diperkirakan masih mengimpor premium 9,9 juta kiloliter.

Sementara itu Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pengurangan ketergantungan BBM dengan cara beralih ke BBG hingga 2025 adalah strategi nasional yang harus dijalankan oleh pemerintah.

"Memang ada banyak strategi untuk menekan penggunaan BBM, yaitu dengan cara membatasi penggunaan BBM bersubsidi, atau menaikkan harga BBM bersubsidi. Tapi apa pun keputusannya, harus tetap sejalan dengan strategi nasional, yakni mengurangi ketergantungan BBM dengan cara beralih ke BBG," kata Hatta.

Hatta menambahkan pihaknya masih akan membahas strategi-strategi tersebut di komisi VII guna mempertimbangkan semua opsi yang ada dan mengambil satu keputusan pasti.

(T.U002/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012