Davos, Swiss (ANTARA News) - Elite politik dan dunia akan berlindung dari derasnya angin dingin yang menghantam perekonomian global demi menyiapkan sebuah jalan baru untuk kapitalisme pada forum ekonomi tahunan di Davos mulai Rabu ini.

Sekitar 40 pemimpin pemerintahan akan bergandengan tangan selama lima hari ke depan di pegunungan Alpen, Swiss, bersama para raksasa perdagangan dan industri dunia guna mendiskusikan apa saja, dari krisis di Zona Euro sampai program nuklir Iran, juga perkembangan di bidang sains dan seni.

Kanselir Jerman Angela Merkel akan menyampaikan pidato pembukaan Rabu ini, sedangkan sejawat-sejawatnya di G20 seperti PM Ingggris David Cameron dan timpalnnya dari Kanada, Stephen Harper, juga akan berada di sini.

Mereka akan bergabung dengan generasi baru pemimpin  sejumlah negara berkembang seperti Tunisia dan Thailand yang tengah berjuang lepas dari kekisruhan.

Juga ikut bergabung di forum ini adalah para pemimpin Afrika, termasuk Presiden Nigeria Goodluck Jonathan yang negerinya menghadapi pemberontakan seru dari kaum separatis.

Namun, adalah tema pertemuan itu yang mengundang perhatian banyak pihak, yaitu "Is 20th Century Capitalism Failing 21st Century Society?" (Apakah Kapitalisme Abad 20 Menggagalkan Masyarakat Abad 21?).

Tema diskusi lain yang dibahas diantaranya 'Fixing Capitalism', 'Has Globalisation Reached its Economic dan Political Limits?' (Memperbaiki Kapitalisme, Apakah Globalisasi telah Mencapai Batas Ekonomi dan Politiknya?) dan 'How Will the Eurozone Countries Emerge from the Eurozone Crisis?' (Bagaimanakah Negara-negara Zona Euro bisa keluar dari Krisis Zona Eropa?).

Saat Menteri Keuangan AS Timothy Geithner membedah tantangan-tantangan bagi ekonomi AS, sekelompok negara berekonomi berkembang seperti India dan negara-negara Asia Tenggara akan antusias membahas tema, 'Is this truly the Asian century?' (Sungguhkah ini Abad Asia?).

Sayang, pertemuan ini tidak dihadiri para pemimpin Yunani, Spanyol dan Italia yang semuanya dilanda krisis.  Yang juga tak akan hadir adalaj pemimpin Rusia yang sibuk pemilu, dan pemimpin China yang sibuk merayakan tahun baru Imlek.

Mungkin mereka tidak hadir karena biaya kehadiran yang amat mahal.  Tak apalah itu, karena para pemimpin 1.000 perusahaan terbesar di dunia akan berada di Davos, meski mereka mesti mengeluarkan iuran keanggotaan tahunan sebesar 45.000 dolar AS.

Menurut Klaus Schwab, pendiri dan organiser Davos, pertemuan tahun ini akan memokuskian pada bagaimana mengembangkan model dunia baru karena "kapitalisme dalam bentuknya yang sekarang, tak lagi mendapat tempat di dunia."

"Yang membahayakan dunia adalah ketika terlalu banyak pemimpin politik (di dunia)," kata Schwab yang mendirikan forum ini 42 tahun lalu.

Satu jajak pendapat yang diselenggarakan menjelang pertemuan Davos itu menunjukkan bagaimana para pemimpin bisnis memiliki sedikit kepercayaan kepada para politisi dalam kemampuannya mengendalikan keadaan di masa mendatang nanti.

Jajak pendapat terhadap 1.258 bos korporasi oleh perusahaan akuntan PricewaterhouseCoopers yang diselenggarakan bersamaan dengan Forum Ekonomi Dunia tersebut, menyimpulkan 48 persen bos-bos itu memperkirakan ekonomi akan melemah.  Hanya 15 persen yang menyebut tahun ini akan ada pertumbuhan.

Para pemimpin bisnis Eropa menjadi pihak yang paling pesimistis karena takut pemerintah-pemertinah Eropa tak mampu mengatasi krisis utang dan mencermati stabilitas pasar keuangan.

"Keyakinan para CEO benar-benar turun karena mereka mengalami gempa susulan resesi," kata Dennis Nally, Kepala PwC International.

"Para CEO kecewa pada jalur ekonomi global dan langkah pemulihan. Optimisme yang perlahan terbangun sejak 2008 pun mulai surut."

Sekitar 5.000 tentara Swiss telah dimobilisasi untuk mengamankan perhelatan itu, sementara udara di atas resort di mana forum dunia tersebut berlangsung telah disterilisasi.

Di luar perhelatan, ekelompok aktivis antikapitalis menuju Davos untuk berdemonstrasi.  (*)

Sumber AFP

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012