Jakarta (ANTARA) - Kurang dari 30 hari jelang Idul Adha, peternak Indonesia banyak yang berduka. Ribuan hewan ternak mereka terkena PMK (Penyakit Mulut dan Kulit). Banyak hewan yang mati, tapi yang bertahan hidup pun tak bisa dikurbankan karena syarat hewan kurban adalah yang sehat dan tidak memiliki cacat.

Kasus PMK ini juga menjadi ancaman bagi para peternak kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk menghindari penyebaran kasus ini, Pemerintah NTT pun mengeluarkan kebijakan untuk melarang masuknya bahan makanan yang bersumber dari hewan seperti daging dan susu.

ANTARA/Yayasan Insan Bumi Mandiri

Hingga saat ini, NTT menjadi wilayah dengan 0 kasus PMK. Peternak-peternak kecil pun bisa bernafas lega, termasuk para peternak yang terberdayakan dalam program Kurban di Pedalaman milik Insan Bumi Mandiri.

Memasuki tahun ke-7, Kurban di Pedalaman konsisten dengan nilai pemberdayaan peternak kecil di pedalaman. Apalagi di tengah ketakutan dan kekhawatiran masyarakat terhadap PMK yang mewabah di hewan ternak.

ANTARA/Yayasan Insan Bumi Mandiri

Di pedalaman NTT juga, distribusi daging kurban dirasa tidak merata. Selain karena jauhnya jarak antar pulau dan keterbatasan akses, kesulitan ekonomi mayoritas warga juga menyebabkan rendahnya daya beli hewan kurban.

Sehingga tak seperti kebanyakan peternak di kota, peternak-peternak lokal NTT tak bisa merasakan suka-cita Idul Adha. kambing dan sapi mereka sepi pembeli, padahal Idul Adha adalah momen terbaik untuk menjual ternak yang mereka rawat sepenuh hati.

Sejak tahun pertama, Kurban di Pedalaman berkomitmen untuk turut memberdayakan peternak kecil di NTT.

“Di tengah ketakutan masyarakat tentang PMK, Kurban di Pedalaman jadi pilihan aman. Selain karena pemerintah setempat sudah mengeluarkan regulasi untuk menjaga keamanan hewan ternak di NTT, setiap tahun hewan yang hendak dikurbankan juga selalu diperiksa terlebih dahulu,” tutur Zulfa Faizah, ketua yayasan Insan Bumi Mandiri.

Zulfa juga menuturkan harapannya agar program ini bisa memutar roda ekonomi warga “jadi kita membeli dari warga, untuk warga,” pungkasnya.

Tahun lalu, pelayaran kurban di Pedalaman memberdayakan 111 peternak lokal di 12 wilayah di NTT (Alor, Sumba, Lembata, Manggarai Barat, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ngada, Sikka, Flores Timur, Malaka, Ende, dan Belu).

“Biasanya kami ini cuma bisa jual 1 atau 2 kambing saja per bulan. Tapi, sejak adanya program ini sampai ke desa kita, peternak-peternak lokal macam kami bisa jual sampai 10 ekor kambing bahkan lebih. Masyarakat sini juga yang tidak pernah dapat daging kurban, sekarang bisa menikmati lezatnya daging kurban,” jelas Em Abdullah, warga lokal Kabupaten Belu, NTT.

Tahun ini, Insan Bumi Mandiri menargetkan pelayaran Kurban di Pedalaman NTT mencapai 6.000 hewan sehingga semakin banyak peternak kecil yang bisa berdaya.

Kurban di Pedalaman yang diselenggarakan Insan Bumi Mandiri ini merupakan kurban berbasis online. Di mana para pekurbannya melakukan transaksi pembelian hewan kurban melalui situs kurban.insanbumimandiri.org

Walaupun kurban online, Insan Bumi Mandiri mengusung keutamaan laporan yang real time dilengkapi dengan laporan video. Sehingga pekurban yakin bahwa hewannya aman dan tidak tertukar. Ketua Yayasan Insan Bumi Mandiri menambahkan bahwa laporan dikirim pada pekurban paling lambat 14 hari setelah Idul Adha. Hal tersebut, diungkapnya, sebagai komitmen yayasan yang mengusung kurban online yang amanah.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022