Jakarta (ANTARA) - Guru besar ekonomi kependudukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia memberikan sejumlah kiat untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) lewat siklus pembangunan manusia dan kebudayaan (PMK) sebagai modal investasi pembangunan bangsa di masa depan.

“Kita masih beruntung karena saat ini jumlah dan proporsi anak-anak masih sedikit. Bayangkan jumlah anak (saat ini) sebelum ada KB mencapai tujuh sampai 12 anak per keluarga, ini lebih berat lagi bagi demografi, makanya proporsi kependudukan sekarang sudah nyaman,” kata Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo SE, MA, PhD yang hadir secara daring dalam Rapat Kerja Nasional BKKBN di Jakarta, Kamis.

Menyoroti situasi kependudukan di Indonesia yang sedang memasuki bonus demografi, Sri menuturkan bonus demografi tercipta karena adanya perubahan struktur umur penduduk.

Proporsi jumlah anak yang makin menurun di dalam keluarga juga berdampak pada penurunan rasio ketergantungan.

Baca juga: Kepala BKKBN: Remaja penentu kualitas SDM dan bonus demografi

Baca juga: Pakar: Peningkatan kualitas SDM kunci utama sambut bonus demografi


Namun di saat yang bersamaan, terjadi pula peningkatan jumlah lansia karena angka harapan hidup yang mulai membaik. Dengan demikian, ia menilai pemerintah perlu memikirkan sebuah cara supaya fenomena kependudukan itu tidak menjadi beban di masa yang akan datang.

Salah satunya adalah dengan melakukan investasi pembangunan modal manusia sejak dini.

“Prof. Dr. Subroto seorang ekonom juga, itu pernah mengatakan kepada saya bahwa demography setting the stage for economic growth. Artinya, struktur umur penduduk yang sekarang ini sudah dapat dijadikan platform yang produktif untuk pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Sri mengatakan dalam rangka menciptakan manusia berkualitas sejak dini, pemerintah dapat mempertahankan angka kesuburan total (TFR) Indonesia yang kini menyentuh rata-rata 2,1. Bagi daerah yang TFR-nya di bawah itu, diharapkan dapat pemerintah bantu untuk mempertahankan capaian bonus demografi.

Kemudian, pemerintah juga perlu menyiapkan anak-anak sejak usia remaja untuk siap bekerja, sehat, cerdas, produktif, berdaya saing serta berintegritas. Investasi tersebut, katanya, dapat dimulai sejak 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), saat anak memasuki masa perkembangan usia dini, menjadi remaja calon ibu, masuk dalam kelompok remaja berisiko dan membangun karakter bangsa.

Lebih lanjut, Sri menyarankan agar pemerintah mengawal kelompok usia produktif meningkatkan soft-skill dan kemampuan teknis yang dimiliki, sehingga begitu mereka memasuki masa transisi dari usia remaja menjadi pekerja, banyak calon pekerja yang dapat terserap di pasar kerja.

“Kita harus mengawal transisi dari sekolah menuju dunia kerja yang menganggur dan lama mencari kerja dan Youth Not in Education, Employment or Training (NEET) ini yang banyak sekali. Sekarang pemberi kerja lebih banyak mencari soft-skill dibanding technical skill yang bisa dilalui melalui pemberian training,” katanya.

Dengan upaya tersebut, sejak usia muda masyarakat dapat menabung dan produktif untuk hari tuanya kelak. Di samping membangun karier, Sri meningkatkan juga untuk memperhatikan kesehatan Wanita Usia Subur (WUS) melalui perencanaan keluarga, kesehatan reproduksi dan penggunaan KB untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas.

Menurutnya, dengan melakukan upaya tersebut penduduk yang akan memasuki usia lansia dapat menjadi pribadi yang sehat, mandiri aktif dan bermartabat.

“Ingat, di sini proporsi lansia usia 60 membesar dan harus jadi lansia sehat, mandiri, aktif, bermartabat, ini pendekatan daur hidup sejak dini. Kesehatan, partisipasi sosial, jaminan penghasilan usia tua dan perlindungan sosial. Jangan sampai negara nanti tahun 2045 dibebani dengan bansos untuk lansia yang sangat banyak karena jumlahnya membludak,” katanya.

Baca juga: Kemenko PMK: Program peningkatan kualitas SDM terus digencarkan

Baca juga: Kualitas sumber daya manusia jadi tantangan utama bonus demografi

Baca juga: Pembangunan pendidikan penting guna optimalkan bonus demografi

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024