Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan penerbangan berbiaya rendah (low-cost carrier) Citilink akan resmi spin-off atau dipisahkan dari perusahaan induknya, Garuda Indonesia, dalam waktu beberapa bulan mendatang setelah mendapatkan "air operator certificate" (AOC).

"Kami akan fokus untuk mencapai `spin-off` setelah kami mendapatkan AOC," kata Penasihat Direksi Garuda untuk Pengembangan Citilink, Con Korfiatis, di Jakarta, Senin.

Korfiatis mengumumkan hal tersebut saat pengumuman konferensi pers terkait dengan Penerbitan Surat Izin Usaha Angkatan Udara Niaga Berjadwal (SIUAU/NB) dari Kementerian Perhubungan.

Setelah mendapatkan SIUAU/NB, maka Citilink tinggal memproses AOC untuk benar-benar menjadi perusahaan penerbangan mandiri yang tidak lagi menjadi "strategy business unit" (SBU) dari Garuda.

AOC merupakan persetujuan yang diberikan oleh otoritas penerbangan nasional untuk memperoleh izin menggunakan pesawat untuk tujuan komersial dengan cara mengirimkan secara lengkap mengenai personel, aset, dan sistem dari suatu perusahaan pesawat.

Sertifikat itu juga akan mendaftarkan jenis pesawat dan registrasi yang akan digunakan, untuk tujuan apa, dan rute spesifik yang dituju.

Sementara itu, Plt Direktur Angkutan Udara Kemenhub Djoko Murjatmodjo mengemukakan, pihaknya telah mengeluarkan SIUAU/NB resmi sejak 27 Januari 2012.

Djoko juga memaparkan, hingga kini Citilink telah mengusulkan hingga sebanyak 70 rute domestik dan 16 rute internasional untuk berbagai jenis rute penerbangannya.

Sedangkan Wakil Presiden Komunikasi Perusahaan Garuda, Pujobroto mengatakan, pada saat ini Citilink baru beroperasi dengan 9 pesawat dengan jumlah 35 penerbangan per hari.

Pujobroto menuturkan, jumlah penerbangan yang dilakukan oleh Citilink diharapkan dapat mencapai hingga 120-130 per hari dengan jumlah pesawat mencapai hingga 20 pesawat pada 2012.

Wakil Presiden Citilink, Elisa Lumbantoruan, mengatakan, total investasi yang dilakukan pihaknya dalam mencapai tahap "spin-off" ini telah sangat besar.

"Dana `cash` total saat ini sekitar Rp435 miliar. Kalau kita tambahkan maka modal awal ekuivalen dengan sekitar Rp1,7 - Rp1,8 triliun," katanya.

(M040)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012