Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) segera memanggil majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang mengadili perkara kredit macet Bank Mandiri. Anggota KY, Irawady Joenoes di Jakarta, Kamis, mengatakan KY telah mengadakan ekspose dengan dua pakar hukum dan tim ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dari hasil ekspose itu ditemukan kejanggalan dalam proses pemberian kredit dan akhirnya mengarah pada dugaan kejanggalan putusan majelis hakim," jelas Irawady. Ia mengatakan atas hasil ekspose tersebut maka KY memutuskan untuk segera memanggil dan meminta keterangan dari majelis hakim yang menangani perkara Bank Mandiri. "Surat pemanggilan akan dilayangkan hari ini atau besok untuk pemanggilan pekan depan," ujarnya. Tim ekspose, lanjut Irawady, menemukan tidak diterapkannya asas kehati-hatian dalam pemberian kredit Bank Mandiri kepada PT Cipta Graha Nusantara (CPN) senilai 18,5 juta dolar AS atau setara Rp168 miliar. "Proses pemberian kredit sangat cepat dan tidak ada uji kelayakan. Perusahaan bermodal Rp600 juta tapi bisa diberikan kredit sebesar Rp160 miliar," ujarnya. Tim ekspose juga menemukan pemberian kredit menyalahi aturan internal Mandiri dan UU Perbankan. Namun, jajaran direksi Bank Mandiri, ICW Neloe, I Wayan Pugeg dan Sholeh Tasripan tidak didakwa dengan UU Perbankan melainkan hanya dengan UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Meski demikian, Irawady mengatakan majelis hakim yang dipimpin Gatot Suharnoto, I Ketut Manika dan Machmud Hopin seharusnya bisa mengartikan kata "dapat" sebagai berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara seperti yang terdapat dalam UU No 31 Tahun 1999. Dalam UU tersebut, lanjut dia, segala perbuatan yang dapat atau berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara sudah dapat dikategorikan perbuatan korupsi. "Kata `dapat` ini yang tidak ditafsirkan oleh majelis hakim," katanya. Keganjilan lain yang ditemukan oleh KY, menurut Irawady, adalah digunakannya UU tentang Perbendaharaan Negara yang baru ada pada 2004, padahal kasus kredit macet itu sendiri terjadi pada 2002. Pada prinsipnya tidak ada UU yang berlaku surut, katanya. KY juga akan meminta klarifikasi kepada hakim Gatot Suhartono atas ucapannya saat membacakan putusan yang ternyata tidak terdapat dalam salinan putusan. Ucapan itu di antaranya adalah, "Come on, Baby. Silahkan bentangkan karpet merah". "Saya kira itu bukan ucapan yang pantas oleh hakim yang sedang membacakan putusan. Apalagi, ternyata ucapannya itu tidak termuat dalam salinan putusan," kata Irawady. Majelis hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas Neloe, Pugeg dan Sholeh pada Februari 2006 karena dinyatakan tidak ditemukan kerugian negara dalam kasus kredit macet Bank Mandiri kepada PT CGN.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006