Grishk, Afghanistan (ANTARA News) - Di pintu masuk pos polisi sederhana di kota kecil Grishk di bagian selatan Afghanistan, seorang personil polisi berseragam dan berjenggot memeriksa seorang pelancong dengan penuh keheranan. "Mau pergi ke pedesaan? Jangan lakukan itu! Kamu bisa terbunuh dan kami juga," katanya dengan tak percaya, sementara teman-temannya menyaksikan dengan pandangan mata setuju. Kekhawatiran mengenai serangan yang terjadi hampir setiap hari di provinsi Helmand, bagian selatan Afghanistan, terlihat jelas di kalangan polisi di Grishk. Polisi itu termasuk di antara sisa terakhir wakil negara di daerah terpencil yang kebanyakan tak tersentuh hukum tersebut dan sasaran yang disukai oleh anggota faksi Taliban. Empat tahun setelah penggulingan pemerintah faksi santri itu, Helmand --tempat serangan gerilyawan, daerah penyangga dengan Pakistan dan penghasil terbesar opium di negeri itu-- melambangkan terkikisnya keamanan di bagian selatan Afghanistan selama bertahun-tahun terakhir. "Kami hanya pergi ke pedesaan kalau ada serangan, dan kemudian dengan disertai sedikitnya 20 prajurit serta dua truk," kata seorang personil polisi, seperti dilansir AFP. Tak lama kemudian di satu bazaar di Grishk, jalan berdebu, toko-toko yang sibuk dan memberi pemandangan wilayah Timur, polisi yang sama mengatakan dengan khawatir kepada orang asing tersebut, "Jika anda ingin menginap di sini malam ini, anda mesti tetap bersama kami dan jangan ke mana-mana." Di sekeling mereka, pedagang melakukan kegiatan mereka dan penjaga toko melayani orang yang ingin membeli barang-barang dari Pakistan atau Iran. Sebagian orang mengenakan penutup kepala berwarna hitam dan pakaian panjang tradisional Taliban berwarna putih. Pemerintah faksi cantrik tersebut digulingkan oleh serbuan pimpinan AS akhir 2001 dan sekarang memimpin aksi perlawanan mematikan melawan pemerintah. Kekerasan, yang kebanyakan diduga dilakukan oleh pejuang Taliban dan sekutu mereka, Al-Qaida, menewaskan sebanyak 1.600 orang tahun lalu --banyak di antara anggota kelompok garis keras yang tewas oleh tentara Afghanistan dan ribuan prajurit asing yang berusaha memadamkan aksi perlawanan. Tempat paling berbahaya Grishk, yang terletak di tengah gurun di jalan raya penting antara kota Kandahar di bagian selatan dan Herat di bagian barat Afghanistan, memiliki reputasi sebagai salah satu tempat paling berbahaya di Helmand. "Di sekitar Grishk, setiap orang adalah Taliban," kata Qandigul, Kepala Sekolah Khusus Perempuan yang berlokasi di sebelah stasiun polisi. "Kami masih buka karena ada polisi di sebelah kami," kata Kepala Sekolah itu, yang seperti banyak orang Afghanistan hanya menggunakan nama satu kata. "Situasi sebelum ini jauh lebih baik. Kini Taliban ada di mana-mana, mereka mengancam dan menyerang desa serta membunuh orang," katanya. Bahkan ia pernah diancam, kata Qandigul -- yang tak selalu memperoleh gaji bulanan sebesar 3.000 afghanis (60 dolar). Dari 24 sekolah di kabupaten, 14 sekolah telah ditutup setelah mereka diancam oleh Taliban. Beberapa keluarga di desa sekitarnya telah memutuskan untuk pindah ke Grishk guna menghindari gerilyawan dan menemukan sekolah buat anak mereka, kata penduduk. "Situasi keamanan di Helmand tak terlalu baik, tapi juga tak terlalu buruk," katanya. Tetapi "diharapkan, situasi akan berubah" dengan kedatangan dalam beberapa pekan sebanyak 3.500 prajurit Inggris dan 3.500 prajurit Afghanistan di provinsi tersebut -- yang belum memiliki pangkalan militer permanen dan tempat polisi tak tertata dengan baik, katanya. Tak tidur malam Namun beberapa kilometer dari tempat itu, di benteng yang terbuat dari bata lumpur dan dikelilingi oleh ladang opium, pemimpin kabupaten Nad Ali, Hadji Mohammed Qasem tak terlalu puas. "Saya harus memiliki senjata api di kantor dan tidur di tempat berbeda setiap malam. Pada malam hari, saya tidak tidur," katanya. "Situasi keamanan bertambah buruk dari hari ke hari. Orang-orang marah karena pemerintah tak berbuat apa-apa untuk mereka, sementara Taliban memberitahu petani bahwa gerilyawan akan membela mereka dari aksi pemberantasan (opium)." "Kami tak memperoleh bantuan dari pemerintah ... Kami hanya dapat mempertahankan diri kami, bukan orang lain," katanya. Hanya beberapa hari kemudian, rekan Qasem yang bertugas di bagian intelijen -- Mohammed Ali Barak -- tewas bersama tiga pengawalnya ketika satu bom mengenai kendaraan mereka. Taliban mengklaim sebagai pelaku serangan tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2006