Menurut data statistik dari OJK dan BEI, kapitalisasi pasar modal Indonesia sejak 2015 hingga April 2022 telah mencapai Rp9,4 kuadriliun, setara dengan 55 persen dari PDB 2021 atau hampir 3,5 kali lipat APBN di tahun 2022.
Jakarta (ANTARA) - Organisasi analisis dan penasihat di bidang keuangan dan kebijakan Climate Policy Initiative menyampaikan bahwa industri pasar modal merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi tinggi untuk ikut serta dalam menghijaukan ekosistem di sektor keuangan.

“Menurut data statistik dari OJK dan BEI, kapitalisasi pasar modal Indonesia sejak 2015 hingga April 2022 telah mencapai Rp9,4 kuadriliun, setara dengan 55 persen dari PDB 2021 atau hampir 3,5 kali lipat APBN di tahun 2022,” ujar Senior Analyst Climate Policy Initiative Luthfyana Larasati saat media briefing di Jakarta, Jumat.

Besarnya market cap tersebut, lanjutnya, menjadi potensi yang harus dimaksimalkan karena industri pasar modal sebenarnya memiliki banyak produk yang bisa mendorong ekonomi hijau seperti green bonds, indeks saham, hingga indeks berwawasan lingkungan.

“Statistiknya naik terus, potensi tinggi, dan produknya banyak namun masih kurang dari pasar modal. Mungkin insentifnya bisa ditambah biar bisa lebih menggelitik industri di pasar modal,” ucapnya.

Baca juga: Konsistensi BCA implementasikan ESG di sektor keuangan

Luthfyana menuturkan topik transisi energi yang menjadi pembahasan prioritas lada Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat mendorong terbentuknya sistem energi global yang lebih bersih dan transisi yang adil.

Pada kesempatan yang sama Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Rudy Utomo mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung pembiayaan hijau. APEI juga aktif mendorong industri pasar modal terjun dalam ekosistem keuangan hijau dengan mengembangkan produk-produk pasar modal yang bertemakan wawasan hijau.

“Prinsip keuangan berkelanjutan direspon baik oleh pelaku pasar, terbukti dari meningkatnya porsi portfolio hijau melalui penerbitan indeks baru berwawasan lingkungan selain SRI-KEHATI, yaitu Indeks ESG Leaders di tahun 2020, dan meningkatnya penerbitan produk investasi berkelanjutan seperti green bonds dan sustainability bonds,” tuturnya.

Melalui penerbitan Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 oleh OJK di awal tahun 2022, katanya, memberikan acuan dalam penguatan dan pengembangan instrumen hijau dan berkelanjutan ke depan.

Baca juga: RI dorong peningkatan aksesibilitas instrumen keuangan berkelanjutan

Taksonomi hijau juga dapat membantu proses pemantauan berkala pembiayaan dan investasi hijau sehingga kedepannya dapat membentuk pelaporan dan pengungkapan yang lebih hijau atau green reporting.

Rudy juga mengungkapkan bahwa penyampaian Laporan Berkelanjutan adalah satu upaya penting pada sektor pasar modal dalam mendukung keuangan berkelanjutan serta komitmen mengoptimalkan dana tanggung jawab lingkungan dan sosial.

“APEI terus mendukung industri pasar modal untuk meningkatan best practice atas laporan berkelanjutan, serta melakukan pengembangan produk keuangan berkelanjutan dan peningkatan praktik ESG,” katanya.

Rudy pun berharap dari berbagai pedoman dan aturan, ada satu acuan atau framework yang dapat menyelaraskan pemahaman (definition), pelaporan (reporting), dan pengungkapan informasi (disclosure) tentang green finance dan sustainable finance.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022