Pekanbaru, (ANTARA News) - Kepala Seksi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah II Provinsi Riau, Ali Nafsir Siregar membantah dua ekor gajah yang mati di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim di Minas, karena dibantai pihaknya. "Meski lokasi bangkai gajah itu ditemukan berdekatan dengan kamp PLG (Pusat Latihan Gajah-red) Minas, bukan berarti pihak kami yang melakukannya," bantah Ali Nafsir ketika dihubungi ANTARA di Pekanbaru, Senin (13/3). Satu dari dua ekor bangkai gajah yang mati mengenaskan itu ditemukan dalam parit tapal batas Tahura, hanya ditutupi ranting-ranting pohon tidak jauh dari PLG. Sedangkan, gadingnya telah dicabut dan kondisi bangkai hewan berbadan besar dengan rantai yang masih melekat dilehernya itu membusuk dipenuhi belatung. Ia mengatakan, Tahura merupakan habitat gajah dan di sana masih terdapat 17 ekor gajah liar yang kerap mengganggu masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut. Menurut dia, beberapa pekan lalu pihaknya memang diminta masyarakat yang bermukim di kilometer 41 Minas untuk menangani gangguan gajah, namun pihaknya hanya mampu mengusir. "Pengusiran tidak dapat kami lanjutkan sehingga masyarakat marah. Bukan tidak mungkin kasus gajah mati di dekat PLG di kawasan Tahura ini bagian dari dendam terhadap PLG," kata Ali Nafsir seraya menambahkan untuk melakukan pengusiran pihaknya bekerjasama dengan gajah jinak dan pawang gajah PLG. Pihaknya, menghentikan pengusiran kawanan gajah itu karena ketiadaan dana. Sedangkan, masyarakat menuntut agar rombongan hewan langka itu tidak ada di perkampungan mereka. Ia beralasan, jika orang PLG yang melakukan pembantaian terhadap gajah tersebut, sangat tidak masuk akal karena tidak mungkin dibuang begitu saja di pinggir jalan hanya berjarak beberapa ratus meter dari PLG. Ketika disinggung bahwa di leher gajah terdapat rantai besi, Ali Nafsir terkejut dan ia berdalih pihaknya tidak ada membawa gajah tangkapan ke PLG bahkan di PLG Minas jumlah gajahnya masih utuh yakni sebanyak 35 ekor. "Tidak ada gajah PLG yang mati," katanya seraya kembali menegaskan bahwa bangkai gajah tersebut kemungkinan besar dibuang oleh orang yang tidak bertanggungjawab di sekitar PLG agar PLG menjadi tertuduh. Lagipula, lanjut dia, bukan tidak mungkin kematian gajah di Tahura itu modusnya sama dengan kematian enam ekor gajah di perbatasan Riau-Sumatera Utara pada 22 Februari lalu. "Gajah dibunuh dengan cara diracun dan gadingnya diambil," ungkap Ali Nafsir seraya menjelaskan pada bangkai gajah di dekat lokasi PLG sama sekali tidak memiliki gading dan tidak ada potongan gading yang tertinggal di dalam mulutnya. Baru tangkap gajah Ketika ditanya, pada pekan lalu tim penangkap gajah PLG menangkap dua ekor gajah liar di Pasir Pengaraiyan Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Ali Nafsir mengakuinya namun gajah tersebut telah dibawa ke Taman Nasional Tesso Nilo. "Setahu saya, gajahnya dibawa ke Tesso Nilo. Yang, jelas tidak ada gajah tangkapan yang dibantai dan tidak mungkin dibuang begitu saja di lokasi PLG. Logika saja tidak mungkin kita yang melakukannya," bantah Ali Nafsir yang berkeyakinan ada pihak lain yang melakukannya. Sementara itu, Kepala PLG Riau drh Rini Deswita juga membantah bangkai gajah yang ditemukan mati mengenaskan tanpa gading di parit perbatasan Tahura berasal dari PLG atau gajah liar yang ditangkap pihak PLG. "Gajah yang mati itu badannya sangat besar sekitar 3,5 ton. Sedangkan gajah PLG tidak ada sebesar itu," ujar Rini. Menurut dia, gajah terbesar di PLG yakni Seng Arun seberat 3,4 ton dan pihaknya tidak tahu dari mana asal gajah yang mati di dekat kamp PLG itu. Rini tetap membantah keterlibatan PLG dalam kematian gajah tersebut meski di leher gajah yang mati mengenaskan itu terdapat rantai besi yang cukup besar. "Dari mana datangnya gajah ini juga menjadi PR (pekerjaan rumah-red) bagi kami," ujar Rini. Ia menambahkan pihaknya selaku kepala PLG juga belum mendapat laporan resmi dari tim penangkapan gajah dari Pasir Pengaraiyan yang telah usai bertugas sepekan lalu, karena mereka kini bertugas melakukan kegiatan serupa di Kelurahan Balai Raja, Duri, Kabupaten Bengkalis. Koordinator program konservasi gajah Riau World Wide Fund for Nature (WWF) Nurchalis Fadhli mengatakan, bangkai gajah yang ditemukan di lokasi perbatasan Tahura itu mati karena overdosis obat bius. Ia mengatakan, tidak mungkin hewan langka dunia itu mati begitu saja didalam parit dengan kedalaman dua meter, sebab ketika ditemukan bangkainya ditutupi ranting pohon, leher berantai besi, tanpa gading dan tanpa luka. "Indikasi gajah tersebut sengaja dibantai dengan pengunaan obat bius berlebihan, karena disekitar lokasi terdapat banyak jejak kaki gajah yang diduga berasal dari gajah jinak yang dipergunakan untuk menyeret gajah tersebut ke dalam parit," jelas Nurchalis. Ia mengakui, kasus kematian gajah tangkapan di PLG terus meningkat dan itu sebabnya pihaknya meminta Dirjen PHKA Departemen Kehutanan untuk mengusut kasus kematian gajah yang terjadi di PLG. "Gajah yang ditangkap, bukannya selamat, malah dibantai. Itu sebabnya perlu dilakukan penyidikan terhadap tim penangkap gajah KSDA," ungkap Nurcholis.(*)

Copyright © ANTARA 2006