Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) meminta Kantor Imigrasi seluruh Indonesia memprioritaskan pembuatan paspor bagi calon TKI tujuan penempatan ke Asia Pasifik karena hingga saat ini sudah sekitar 100.000 paspor TKI belum diproses di seluruh Indonesia. Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa TKI Asia Pasifik (Ajaspac) Athon Sihombing di Jakarta, Selasa, mengatakan, kondisi ini sangat memberatkan TKI yang sudah menghabiskan waktu, uang dan tenaga untuk bisa bekerja di luar negeri, sementara kesempatan kerja di dalam negeri tidak ada. Kondisi ini tidak saja berdampak pada TKI, tetapi juga PJTKI karena akhir-akhir ini sejumlah aparat melakukan razia di penampungan TKI. Di sisi lain PJTKI terpaksa harus menampung TKI yang tertunda keberangkatannya karena lambannya pengurusan paspor sehingga terjadi penumpukan. "Kondisi kita menjadi serba salah. Hal ini sudah tidak kondusif. Terkesan pemerintah tidak mendukung proses penempatan TKI yang menjadi salah satu solusi mengatasi pengangguran," kata Anthon. Menurut Anthon, jika imigrasi tidak bisa memprioritaskan pengurusan paspor bagi TKI, maka hendaknya Kantor Imigrasi menggunakan sistem lama pembuatan paspor agar tidak terjadi stagnasi. Anthon menyatakan penumpukan proses pembuatan paspor TKI tujuan Asia pasifik sebagian besar terjadi di lima kantor imigrasi di Jakarta. Dia juga meminta perhatian pihak kepolisian agar memberi kesempatan pada PJTKI untuk menyesuaikan diri dengan UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri. "UU itu pada pasal 107 memberi waktu dua tahun kepada PJTKI untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU. Jadi UU No.39/2004 baru efektif berlaku 18 Oktober 2006," kata Anthon. Sebelum masa itu tiba, dia meminta perhatian pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk tidak melakukan razia dan menerapkan UU No.39/2004. Dia juga meminta perhatian pemerintah agar tidak melarang mitra PJTKI, agensi negara tujuan penempatan, untuk berkunjung ke Balai Latihan Kerja PJTKI. "Kami pikir kunjungan itu merupkan hal biasa bagi mitra kerja asing untuk mengetahui kualitas BLK, tenaga pengajar dan bagaiman calon TKI dilatih," kata Anthon. Larangan tersebut dirasakannya aneh pada era globalisasi saat ini. Anthon juga menyatakan apresiasinya pada Menakertrans Erman Soeparno dan Dirjen Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans yang sudah menyetujui keterlibatan Huanan Bank dan First National Bank untuk membiayai penempatan TKI ke Taiwan. Penunjukan dua bank Taiwan tersebut menghapus kesan monopoli yang dialamatkan ke China Trust Bank Indonesia (CTBI) yang selama ini menjadi satu-satunya bank yang memberikan kredit bagi calon TKI ke Taiwan. Ketika ditanya tentang besaran bunga yang diberikan kedua bank yang baru ditunjuk itu, Anthon mengatakan, setahu dia Huanan bank akan memberi bunga kredit yang tidak jauh berbeda dari CTBI. Namun, Huanan Bank tidak akan menahan dana PJTKI yang dijanjikan dicairkan setelah 15 hari TKI tiba di Taiwan dan positif (memenuhi syarat) bekerja di Taiwan. Kalangan PJTKI selama ini mendapat kredit sekitar 49.000 new Taiwan dolar (NT$) atau sekitar Rp15,5 juta. CTBI mencairkan dana hanya Rp12 juta sedangkan sisanya (Rp3,5 juta) baru akan dicairkan setelah 15 hari tersebut. Namun setelah enam bulan dana itu tidak kunjung cair. Saat ini sekitar 51.000 TKI bekerja di Taiwan dan sebagian besar perempuan dan bekerja di sektor rumah tangga (informal dengan gaji sekitar Rp4 juta perbulan. Tiga tahun lalu TKI yang bekerja di negara itu pernah mencapai 92.000 orang. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006