penyebaran yang cukup cepat yang mengingatkan kita seperti varian Delta yang lalu
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama melaporkan temuan terbaru jenis subvarian BA.2.75 di India yang oleh sebagian pihak disebut sebagai Centaurus.

"India kita kenal sebagai negara yang pertama kali melaporkan varian Delta yang kemudian nyaris meluluhlantakkan dunia kesehatan," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu, mengatakan saat ini otoritas kesehatan di India kembali melaporkan subvarian baru BA.2.75.

"Sebagian pihak menyebut BA.2.75 sebagai Centaurus, tentu belum nama resmi," katanya.

Indian SARS-CoV-2 Consortium on Genomics (Insacog) sebagai badan otoritas ilmiah berupa konsorsium genomik di India melaporkan bahwa di wilayah setempat sedang didominasi varian BA.2.

Dia mengatakan BA.4 dan BA.5 di India hanya ditemukan kurang dari 10 persen sampel dari pasien yang terpapar SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, sedangkan BA.2.38 mencapai 30 persen hasil pemeriksaan sampel.

"Indonesia juga amat perlu melakukan pengumpulan data ke arah BA.2 ini dan turunannya, dan hasilnya diumumkan ke publik," katanya.

Baca juga: Menkes: 81 persen COVID-19 di Indonesia adalah subvarian BA.4 dan BA.5

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, mengatakan sejauh ini belum ada kepastian tentang karakter penularan BA.2.75, pun berat ringannya gejala hingga kemungkinan menghindar dari sistem imun seseorang.

"Hanya sejak dari India, maka kini kasus itu sudah menyebar ke 10 negara, penyebaran yang cukup cepat yang mengingatkan kita seperti varian Delta yang lalu," ujarnya.

Data sementara yang dikumpulkan Tjandra menunjukkan terdapat sedikitnya delapan mutasi tambahan BA.5 pada varian Centaurus.

"Utamanya di terminal N yang dapat punya pengaruh menghindar dari imunitas yang sekarang sudah ada," katanya.

Selain BA.2.75 yang memang sudah dalam monitoring WHO, kata dia. ada juga subvarian lain yang perlu mendapat perhatian, yakni BA.5.3.1 yang disebut sebagai Bad Ned karena ada mutasi pada N:E136D.

Dia mengatakan otoritas kesehatan Shanghai menyebut BA.5.2.1 terdeteksi di Pudong, Shanghai pada Minggu (10/7).

"Semua perkembangan ini membuat kita perlu waspada. Kita berbesar hati dengan arahan Presiden Jokowi pada saat Idul Adha bahwa baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan memakai masker adalah masih sebuah keharusan," katanya.

Baca juga: Kemenkes deteksi subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di 143 pasien
Baca juga: Luhut kaji "booster" jadi syarat perjalanan jika Covid-19 naik terus

 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022