Atambua (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur (Timtim), Eurico Guterres menyerukan kepada eks pengungsi Timor Timur (Timtim) di Belu untuk tidak melakukan tindakan brutal karena hal itu akan merugikan diri sendiri dan banyak orang. Seruan itu disampaikan usai melakukan pertemuan dengan berbagai komponen eks pengungsi Timtim sejak kedatangannya di Atambua, Rabu (15/3) hingga Kamis dini hari dalam rangka meredam emosi para pendukungnya menyusul pengumuman Mahkamah Agung yang menghukumnya sepuluh tahun penjara. "Kami menyerukan kepada eks pengungsi Timtim agar tetap tenang setelah mendapat informasi bahwa MA menetapkan hukuman 10 tahun penjara atas diri kami. Angkatan muda eks pengungsi Timtim diminta menerima keputusan MA ini dengan kepala dingin," katanya. Kedatangannya ke Kabupaten Belu dab Timor Tengah Utara (TTU) itu bertujuan meredam emosi eks pengungsi setelah mendapat informasi mengenai keputusan MA atas dirinya. Eurico mengaku, telah bertatap muka dengan mantan Panglima PPI, Joao da Silva Tavares serta para mantan pejuang integrasi Timtim yang saat ini bermukim di Atambua guna menjelaskan isi keputusan MA tersebut. Majelis hakim MA yang diketuai Parman Soeparman menyatakan bahwa Eurico Guterres terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berupa kejahatan terhadap kemanusiaan. Majelis hakim MA menghukum Eurico sesuai dengan keputusan Pengadilan Ad Hoc pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 27 November 2002 yaitu sepuluh tahun penjara. Eurico mengatakan, dirinya sangat memahami perasaan para pendukungnya setelah mendapatkan informasi tentang keputusan majelis hakim MA tersebut, namun ketidakpuasan itu tidak boleh diwujudkan dalam tindakan kekerasan yang merugikan diri sendiri dan masyarakat banyak di wilayah yang berbatasan dengan Timtim itu. "Lebih dari itu, kami meminta agar setiap eks pengungsi Timtim tetap menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah ini. Kalian tidak boleh melakukan penghadangan kendaraan angkutan umum yang melintasi pintu perbatasan Mota`ain dengan rute Atambua-Dili atau sebaliknya," katanya. Segenap eks pengungsi Timtim pun diminta tidak melakukan tindakan balas dendam terhadap warga Timtim yang datang berbelanja di Atambua dan Kefamenanu. Mereka adalah saudara sekandung yang lahir dari tanah leluhur Timor Lorosae (sebutan bagi Timtim). Selama berada di Atambua, dirinya berkesempatan melakukan audiensi pribadi dengan Uskup Atambua, Anton Pain Ratu, SVD guna mendapatkan peneguhan spiritual sebelum menjalani hukuman sesuai keputusan MA. "Kami bertemu Uskup Pain Ratu guna mendapatkan nasihat spiritual sebelum menjalani hukuman sekaligus sebagai orang muda, kami menitipkan teman-teman kaum muda eks pengungsi Timtim yang mayoritas beragama Katolik di bawah bimbingan spiritual dari Wakil Sri Paus Benedictus XVI ini, katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006