Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) melaporkan  telah melakukan tindakan karantina sebanyak 5.373 kali yang mencakup penahanan, penolakan, hingga pemusnahan sepanjang tahun 2021 hingga Juni 2022.
 

“Tindakan karantina dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam (SDA) hayati, produk pertanian, kepentingan kesehatan masyarakat, serta perekonomian nasional,” ujar dia di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis.
 

Sebagaimana amanah undang-undang perkarantinaan, lanjutnya, tugas Barantan ialah menjaga kelestarian sumber daya hayati di Indonesia dengan mencegah persebaran hama penyakit hewan dan tumbuhan karantina yang berbahaya bagi kelestarian SDA hayati.
 

Selain itu, Barantan turut bertugas mengawasi keamanan dan mengendalikan mutu pangan serta pakan asal produk pertanian di 957 pintu pemasukan maupun pengeluaran. Adapun pintu pemasukan dan pengeluaran di luar karantina dilakukan oleh otoritas veteriner provinsi, kabupaten, kota, dan kementerian.

Baca juga: Karantina Pertanian Belawan musnahkan kacang ercis - biji gandum impor

“Tercatat 340 bandara dan 636 pelabuhan laut, 18 pos lintas batas negara yang masih belum semuanya dikawal oleh Barantan. Hal ini karena keterbatasan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia yang ada,” ucap Bambang.
 

Seiring dengan peningkatan lalu lintas komoditas pertanian, ke depan diharapkan Barantan dapat hadir di setiap titik perbatasan negeri.
 

Pada kesempatan tersebut, ia memastikan tidak ada maladministrasi dalam seluruh proses tindakan karantina.

“Artinya transparan. Kalau ada maladministrasi pasti ketahuan karena sudah digunakan sistem teknologi informasi, (yaitu) single submission ekspor-impor untuk semua proses transaksi karantina yang diketahui oleh Bea Cukai, otoritas pelabuhan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pihak lainnya,” ungkap dia.


Seperti diketahui, Ombudsman menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali kinerja Barantan terutama Karantina Hewan karena dinilai telah lalai dalam mengidentifikasi risiko penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) dari Jawa Timur ke berbagai daerah lain di Indonesia.
​​​​​​
Kemudian, Ombudsman juga menyampaikan perihal lemahnya fungsi pengawasan Badan Karantina yang terlihat dari munculnya tiga jenis penyakit eksotik atau wabah penyakit ternak di Indonesia dari 2019 sampai Mei 2022, yaitu wabah demam babi Afrika, penyakit kulit berbenjol, dan PMK.

Baca juga: Mentan perintahkan Barantan perkuat pengawasan produk pangan masuk RI

Selanjutnya, implementasi kinerja Badan Karantina Hewan dinilai tidak harmonis dengan fungsi kesehatan hewan yang ada di pusat dan daerah. Di antaranya, Karantina Hewan tidak pernah menyampaikan sertifikat pelepasan kepada otoritas berwenang daerah tujuan di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota atas hewan yang dimasukkan dari daerah lain.

"Hal tersebut mengakibatkan gagalnya atau sulitnya pelaksanaan kewaspadaan dini oleh otoritas daerah dalam mencegah penyebaran wabah penyakit terkait dengan bidang peternakan," kata anggota Ombudsman Yeka H Fatika di Jakarta, Kamis (14/7).

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022