Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Indonesia harus memiliki pemahaman bahwa interaksi di dunia maya atau internet harus diperlakukan sama seperti halnya masyarakat berkomunikasi di dunia nyata.

Maka dari itu, masyarakat tetap harus menjaga etika saat berselancar dan menyelami dunia maya selayaknya tengah melakukan komunikasi dengan masyarakat di lingkungan sosial sehari-hari.

"Kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan lain, bukan sekadar deretan karakter huruf di layar monitor," kata Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Cand Zulaikha dalam webinar Literasi Digital "Makin Cakap Digital 2022" besutan Siberkreasi dikutip dalam keterangannya, Selasa.

Baca juga: Indonesia Makin Cakap Digital 2022 digelar bulan ini di JIS

Baca juga: Pendidikan beraktivitas di dunia maya penting cegah pelecehan seksual


Masyarakat yang menggunakan internet untuk berinteraksi dengan warganet lainnya harus menghindari penyebaran konten negatif seperti konten-konten kekerasan dan pelecehan seksual.

Tidak hanya itu, masyarakat harus bisa jeli memilih informasi yang disebarkan sehingga terhindar dari berita palsu atau kita kerap mengenalnya sebagai hoaks.

Hal itu dikarenakan saat berselancar di dunia maya, potensi pelanggaran hukum bisa terjadi jika masyarakat tidak bijak menggunakan internet dan bisa saja dijerat UU yang saat ini berlaku yakni UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Salah satu kasus yang paling banyak terjadi karena kurangnya kesadaran menjaga etika di ruang digital ialah pencemaran nama baik.

Perbuatan itu pun bisa dikaitkan sebagai tindak pidana dan bisa dijerat dengan Pasal 310 KUHP yang mengatur hukuman untuk perbuatan melanggar kehormatan dan menyerang nama baik seseorang.

Di samping itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan jalur hukum apabila dirinya menjadi korban penipuan di dunia maya oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Masyarakat dapat menjerat pelaku dengan pasal 24 ayat (4) dari UU ITE yang dapat menghukum pelaku dengan kurungan penjara paling lama enam tahun atau pun hukuman denda hingga Rp1 miliar.

Dengan menjaga etika berkomunikasi di ruang virtual, maka masyarakat dengan positif telah menjaga ruang digital Indonesia menjadi lingkungan yang baik bagi seluruh penggunanya.

Siberkreasi dipercaya oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melancarkan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) untuk menyiapkan talenta-talenta digital Indonesia yang berkualitas.

Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital.

Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada 2024.

Baca juga: Manfaatkan perkembangan TIK untuk sajikan konten berbudaya

Baca juga: Warganet disarankan lindungi perangkat digital cegah kejahatan siber

Baca juga: Ruang digital aman & beretika dapat diciptakan dengan nilai Pancasila

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022