Bangkok (ANTARA News) - Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, hari Kamis mengabaikan ancaman penentangnya, yang akan meningkatkan unjukrasa untuk menurunkannya bila ia tidak mundur pada hari tersebut. Itu merupakan tenggat kedua dari penentang Thaksin, yang sudah beberapa pekan menghadapi unjukrasa besar menyeru kemundurannya dari jabatan akibat keluarganya mengantongi 73,3 miliar baht (sekitar 19 triliun rupiah) dari penjualan saham bebas pajak. "Tidak ada yang saya kuatirkan tentang keadaan saat ini," kata Thaksin kepada wartawan sewaktu memasuki kantornya --yang dikepung pengunjukrasa sejak pekan lalu-- untuk pertama kali sejak 10 hari lampau. "Semua baik," katanya, dengan menembahkan bahwa ia memperkirakan unjukrasa tidak berkembang menjadi kekerasan setelah tenggat dilewati tanpa hasil. "Tenggat itu habis pukul 10.00 (waktu setempat, sekitar pukul 12.00 WIB) dan kami akan mengumumkan langkah selanjutnya. Saya tidak dapat mengungkapkannya sekarang," kata Suriyasai Katasila, jurubicara persekutuan utama penentang Thaksin. Ia menyatakan gerakan itu akan mengambil langkah "pamungkas". Berita media menyatakan Persekutuan Rakyat untuk Demokrasi merencanakan arak-arakan ke rumah Thaksin di Bangkok. Pilihan lain ialah meminta "kekuatan ketiga" --oleh sebagian besar orang diperkirakan Raja Bhumibol Adulyadej-- ikut campur dan mengahiri kemelut politik itu, kata suratkabar "The Nation". Thaksin ditekan untuk mundur sejak keluarganya memanfaatkan celah untuk menghindari pajak atas penjualan saham senilai sekitar 19 triliun rupiah di perusahaan raksasa telekomunikasi Shin Corp, yang didirikannya. Ia menyeru pemilihan umum dini tanggal 2 April untuk mengatasi kemelut politik itu dan menyatakan akan menolak menjabat jika menang kurang dari setengah jumlah suara. Koran hari Kamis mengabarkan panglima tentara Thailand menganggap tidak perlu segera diberlakukan keadaan darurat, karena unjukrasa di jalan untuk menggulingkan Thaksin tetap berlangsung damai. Setelah bertemu dengan Thaksin hari sebelumnya, Jenderal Sonthi Boonyarathlin menyatakan unjukrasa itu, yang telah berlangsung lama dekat Gedung Negara, tidak menimbulkan ancaman pada keamanan negara. "Saya mengemukakan kepadanya bahwa jika tentara diterjunkan terlalu cepat, itu tidak baik untuk pemerintah," katanya seperti dikutip suratkabar berbahasa Inggris "The Nation", "Pemerintah akan mendapat sorotan jelek." "Pengecam tetap melakukan unjukrasa damai dan menaati hukum. Ini bersejarah dalam kaitan dunia. Saya yakin unjukrasa itu adalah yang paling damai di dunia dan sebaiknya dicatat dalam buku pencatat rekor dunia Guiness," katanya. Dalam beberapa hari belakangan, pemodal di bursa gelisah akan kemungkinan pemberlakuan keadaan darurat menjelang pemilihan umum dini tanggal 2 April 2006. Thaksin, yang tetap populer di kalangan penduduk desa Thailand, menyebut pemilihan umum itu sebagai penentuan pendapat umum efektif mengenai kepemimpinannya. Tapi, tiga partai utama penentang menyatakan akan memboikot pemilihan umum itu, yang membuatnya kemungkinan besar sekali tidak memberikan hasil memenuhi tuntutan undang-undang dasar. Keluarga Thaksin menerima 73,3 miliar baht sesudah menjual hampir 50 persen sahamnya di Shin Corp kepada Temasek, perusahaan modal negara Singapura. Komisi bursa saham Thailand (SEC) ahir Februari menjernihkan Thaksin dan puterinya dari kesalahan penjualan bulan Januari itu, tapi menyatakan puteranya bersalah melakukan pelanggaran kecil. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006