Konstitusi memberi ruang yang memadai dalam mengantisipasi perkembangan budaya sekaligus perkembangan zaman.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyatakan konstitusi harus mampu mengantisipasi perkembangan budaya sebagai dampak proses akulturasi yang terjadi untuk membangun masa depan yang lebih baik.

"Dunia terus berubah dan kita harus memperbarui diri agar nilai-nilai kebangsaan tidak luluh dalam inovasi teknologi yang menawarkan segala sesuatu secara cepat," kata Lestari Moerdijat atau Rerie dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakannya dalam sambutannya pada diskusi daring bertema "Konstitusi dan Proses Akulturasi Bangsa Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Center for Prehistory and Austronesian Studies, Rabu (24/8).

Rerie mengatakan bahwa proses akulturasi adalah dinamika yang luar biasa sehingga pada 5—10 tahun terakhir, masyarakat kaget dengan munculnya berbagai masalah yang tumbuh akibat mempersoalkan perbedaan, seperti menafikan kebinekaan bangsa Indonesia.

Menurut dia, proses akulturasi bisa dalam bentuk nilai-nilai intelektual dan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi milik bersama.

"Konstitusi secara umum memuat tata aturan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembentukan, pembagian wewenang, cara kerja berbagai lembaga negara, dan hak asasi manusia," ujarnya.

Hal itu, menurut dia, nilai budaya dan kehidupan berbangsa dan bernegara termuat secara utuh dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.

Ia menegaskan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menjadi pedoman untuk menjamin, menata kehidupan berbangsa dan bernegara, serta merumuskan cita-cita yang sudah, sedang dan akan dicapai melalui penyelenggaraan kehidupan bernegara.

"Saya berharap konstitusi di Indonesia memberi ruang yang memadai dalam mengantisipasi perkembangan budaya dan mampu mengantisipasi perkembangan zaman," katanya.

Dalam diskusi tersebut, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menilai proses akulturasi membentuk negeri ini memiliki keberagaman tetapi ada persamaan yang mengikatnya, salah satunya adalah bahasa Indonesia.

Namun, menurut dia, bahasa saat ini juga banyak dipengaruhi dampak akulturasi yang terjadi di dunia.

Bahtiar menilai konstitusi bangsa Indonesia cukup menjamin berlangsungnya kehidupan berbangsa dan jati diri anak bangsa. Namun, untuk tetap memperkuat jati diri bangsa secara operasional harus dicek kembali dukungan aturan yang ada.

"Proses akulturasi terjadi setiap saat dan setiap waktu akibat interaksi warga bangsa dengan warga dunia yang lebih intens lewat pemanfaatan teknologi," ujarnya.

Pada kondisi itu, menurut Bahtiar, pentingnya peran negara untuk melakukan pemeliharaan dan penguatan agar setiap warga negara tetap memiliki jati diri bangsa yang tinggi.

Baca juga: Ketua MPR dorong Presiden tawarkan gotong royong pada masyarakat dunia
Baca juga: MPR minta media kedepankan disiplin kode etik jurnalistik

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022