Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenprin) bertekad untuk terus menjalankan kebijakan hilirisasi, salah satunya meningkatkan nilai tambah kualitas rumput laut di Maluku.

“Budidaya rumput laut sudah menjadi pekerjaan utama bagi sebagian besar masyarakat pesisir, khususnya di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Hal ini karena permintaan rumput laut untuk memenuhi pasar ekspor cukup tinggi,” kata Kepada Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.

Ia mengemukakan total potensi lahan budi daya rumput laut di Maluku mencapai 19.509,29 hektare. Namun lahan dimanfaatkan di Seram Bagian Barat baru sekitar 929,9 hektare, kemudian Kabupaten Seram Bagian Timur (140 hektare), dan Kabupaten Kepulauan Aru (1.587 hektare).

Guna mengoptimalkan lahan tersebut, BSKJI Kemenperin melaksanakan Program DAPATI tahun 2022 untuk wilayah Maluku melalui pengembangan industri lokal pada rumput laut.

“Diantaranya mereka tergabung dalam kelompok budidaya rumput laut Rurehe yang berada di Kabupaten Seram Bagian Barat, dengan kemampuan memproduksi rumput laut Sebesar 8-9 ton per tahun,” tutur Doddy.

Menurutnya, komoditas rumput laut memiliki potensi pasar ekspor ke beberapa negara, seperti Jepang, China, Taiwan, Australia, Amerika Serikat, dan Inggris.

“Mutu rumput laut merupakan salah satu indikator yang sangat penting bagi produk hasil pertanian untuk pasar ekspor,” ujar Doddy.

Adapun mutu rumput laut dipengaruhi tiga hal penting, yaitu teknik budi daya, umur panen, dan proses pengeringan.

“Pengeringan sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya baik, akan tetapi bila penanganan pascapanennya kurang baik, maka akan mengurangi mutu rumput laut tersebut,” imbuhnya.

Doddy menyatakan Program DAPATI yang dikembangkan oleh Kemenperin adalah pemberian jasa konsultasi industri untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh kelompok budi daya rumput laut Rurehe guna meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri dalam negeri.

Baca juga: Industri Rumput Laut Penggerak Ekonomi Maluku

Kepala Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Ambon (BSPJI Ambon) Ransi Pasae menyampaikan pihaknya melakukan program pendampingan dan bantuan teknologi kepada kelompok budi daya rumput laut Rurehe guna meningkatkan kualitas dalam upaya pengeringan rumput laut.

Sebelum mendapatkan pendampingan, kelompok tani di Desa Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat melakukan proses pengeringan secara manual dan menghasilkan kualitas yang kurang baik seperti kadar air masih tinggi (di atas 35 persen).

“Proses pengeringan tradisional ini, sangat tergantung pada intensitas sinar matahari, sehingga memerlukan waktu pengeringan 6-7 hari dan sehingga dapat rusaknya produk rumput laut karena terjadinya fermentasi yang menyebabkan tumbuhnya jamur pada produk rumput laut,” ungkap Ransi.

Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri setempat, BSPJI Ambon melakukan pendampingan penerapan optimalisasi teknologi pengeringan rumput laut dengan membangun rumah pengering dengan atap berbahan akrilik dan dinding menggunakan plastik ultra violet.

Dengan inovasi alat pengering tenaga surya ini, proses pengeringan dapat dilakukan lebih cepat (2-3 hari) pada suhu normal dan pada saat hujan rumput laut tetap terlindung.

Kelebihan lainnya dari inovasi ini adalah produk rumput laut akan terlindungi dari debu dan serangga sehingga terjaga higinitas dan keamanan hasilnya.

“Hasil dari pemanfaatan optimalisasi teknologi pada Kelompok Budi daya Rumput Laut Rurehe dapat meningkatkan kualitas rumput laut kering yang diproduksi. Sehingga kualitas rumput laut yang dihasilkan dapat memenuhi indikator SNI dan akhirnya dapat meningkatkan daya saing rumput laut Rurehe,” ujarnya.

Baca juga: Kemenko targetkan "seaweed estate" di Maluku Tenggara beroperasi 2022





 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022