Jakarta (ANTARA) - Pengembang properti mencadangkan risiko 10-15 persen untuk menghadapi inflasi global yang dipicu kenaikan pangan dan bahan bakar minyak pada 2022.

"Kami sudah lock perjanjian kerja sama dengan pihak kontraktor yang di dalamnya sudah menghitung faktor risiko 10-15 persen termasuk kalau terjadi gejolak harga dari bahan bangunan dan lain-lain," kata Managing Director Synthesis Huis, Aldo Daniel dikutip melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.

Baca juga: REI apresiasi percepatan perizinan dari Pemprov DKI Jakarta

Aldo mengatakan ketika terjadi kenaikan bahan bakar minyak maka langkah penting yang harus ditempuh pengembang menyampaikan kepada pembeli rumah bahwa unit yang dipesannya akan selesai seperti diperjanjikan sesuai tertuang dalam surat pemesanan rumah (SPR).

"Hal-hal semacam ini yang membuat kami dengan pihak kontraktor selalu mempertimbangkan faktor risiko," tutur Aldo.

Tak hanya itu, Aldo juga mengatakan evaluasi secara berkala pada sektor finansial menjadi suatu hal yang wajib untuk memastikan arus kas tidak terganggu akibat perubahan makro ekonomi.

"Kami belajar dari pandemi lalu untuk selalu beradaptasi, seperti ketika puncak penyebaran COVID-19 pada periode 2020 hingga 2021 kami bisa melewatinya dengan aman," ucap Aldo yang memiliki proyek hunian berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur itu.

Aldo mengaku masih optimis dengan stabilitas ekonomi di dalam negeri seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut ekonomi bakal tetap tumbuh lima persen meski adanya ancaman inflasi global.

Baca juga: Konsultan: Pemberlakuan PSBB bukan kondisi ideal bagi sektor properti

Sedangkan pemerhati properti Indra W. Antono optimis pengembang di Indonesia bisa melewati tantangan yang diakibatkan krisis pangan dan krisis energi di luar negeri.

"Pengembang kita sudah dewasa sehingga kekhawatiran terjadinya bubble property tidak bakal terjadi. Kalau dulu bangun properti sekedar ikut-ikutan tanpa analisas yang jelas. Satu pengembang besar bangun high rise apartment maka lainnya ramai-ramai ikutan. Akibatnya ketika krisis semua tumbang," ucap Indra.

Indra menjelaskan pengembang sekarang ini sudah lebih bijak untuk membangun properti dengan melihat kekuatan pasar dan lokasi lahan yang dimiliki.

Indra membeberkan apabila lokasi masih di Jakarta dan lahan luas pengembang bisa membangun hunian mix, dalam artian selain rumah tapak juga rumah susun serta bisa juga dikombinasikan dengan komersial.

Indra mengatakan dengan bayang-bayang inflasi saat ini justru menjadi momentum yang tepat membeli properti mumpung harga-harga belum melakukan penyesuaian.

Indra bahkan mengungkapkan kalau konsumen jeli dalam memilih properti dalam arti dari segi harga masih di bawah dan lokasi strategis maka bisa mendapatkan keuntungan hingga 50 persen dalam jangka pendek ke depan.

Baca juga: Bahayanya pembangunan properti pesisir terhadap resapan air

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022