Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Lombok Tengah menggandeng Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat untuk bisa menghadirkan oknum anggota Kepolisian Resor Bima I Made Sudarmaya yang terungkap sebagai dalang kasus dugaan korupsi kredit fiktif senilai Rp2,38 miliar pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang di persidangan.

"Kami sudah bersurat dan berkoordinasi dengan Kasubdit Paminal Bidpropam Polda NTB. Kami meminta agar yang bersangkutan bisa hadir," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah Bratha Hariputra ketika ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Mataram, Kamis.

Namun, dari hasil koordinasi dengan Polda NTB, Sudarmaya yang terlibat kasus korupsi kredit fiktif ketika masih menjabat Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB belum bisa dipastikan hadir sebagai saksi pada persidangan dua terdakwa pegawai BPR, yakni Agus Fanahesa dan Jauhari.

"Jadi, untuk bisa dipastikan hadir, kami akan tempuh jalan terakhir dengan mendorong majelis hakim agar memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan yang bersangkutan sebagai saksi di persidangan," ujarnya.

Baca juga: Anggota Polda NTB terungkap sebagai dalang korupsi di BPR

Bratha menyampaikan upaya terakhir tersebut, mengingat status Sudarmaya yang belum pernah memberikan keterangan sebagai saksi saat kasus ini masih berjalan pada tahap penyidikan.

Bratha hadir di Pengadilan Tipikor Mataram untuk mengikuti sidang lanjutan terdakwa Agus Fanahesa dan Jauhari dengan agenda pembacaan putusan sela.

Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa menolak eksepsi atau tanggapan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Menurut pertimbangan hakim, materi keberatan yang diajukan kedua terdakwa sudah masuk dalam pokok perkara sehingga perlu pembuktian dalam proses pemeriksaan di persidangan.

Materi dalam eksepsi terdakwa berkaitan dengan penilaian tidak cermat jaksa penuntut umum dalam menyusun dakwaan. Namun, majelis hakim menilai dakwaan sudah sesuai syarat formil dan materiil yang kini perlu pembuktian dalam persidangan sesuai Pasal 143 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

Baca juga: Penetapan tersangka korupsi kredit fiktif BPR tunggu kerugian negara

Dalam dakwaan kedua terdakwa, terungkap bahwa Sudarmaya sebagai pihak yang mengajukan permohonan kredit dengan mencatut nama 199 anggota Polda NTB. Sebagian besar dari nama, berasal dari Direktorat Sabhara Polda NTB. Pengajuan itu berjalan selama periode 2014-2017.

Modus pengajuan kredit oleh Sudarmaya terungkap dengan menyiapkan secara pribadi tanpa izin dan sepengetahuan nama-nama anggota terkait syarat kelengkapan pengajuan kredit, seperti salinan KTP, kartu tanda anggota, dan keterangan slip gaji.

Selanjutnya, terdakwa Johari selaku Account Officer BPR Cabang Batukliang mengecek validasi data pemohon kredit.

Dalam pengajuan itu terdakwa Johari tidak memberikan pinjaman kredit tersebut melalui prosedur resmi. Meskipun demikian, terdakwa Agus Fanahesa sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang tetap menyetujui permohonan pengajuan kredit tersebut.

Kepala BPR Cabang Batukliang Dewi Komalasari yang menjabat pada periode 2014-2017 terungkap turut menyetujui permohonan Sudarmaya.

Setelah ada persetujuan, permohonan kredit dicairkan oleh pihak BPR dengan jumlah Rp2,38 miliar. Setelah uang kredit cair, terdakwa Agus Fanahesa diberikan upah oleh Sudarmaya Rp100 ribu.

Selain itu, terungkap pula Agus bersama Johari mendapat pinjaman uang dari pencairan kredit. Sudarmaya memberikan Agus Fanahesa Rp30 juta dan Johari Rp100 juta.

Dari rangkaian dakwaan demikian, penuntut umum mendakwa keduanya dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31/2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022