Mereka berinisiatif untuk mengembangkan perangkat pengendali hama menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau drone
Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Tiga mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengembangkan alat pengendali hama tanaman padi berbasis drone atau pesawat nirawak.

Dosen pembimbing mahasiswa Unsoed tersebut, Dr. Ardiansyah dalam keterangan di Purwokerto, Jumat, mengatakan ketiga mahasiswa tersebut terdiri atas Tiara Nur Azmi Irawati dari Jurusan Teknik Pertanian, Syahra Alifia dari Jurusan Teknik Elektro, dan Pudak Wangi Kencana Rinonce dari Jurusan Teknologi Pangan.

"Mereka berinisiatif untuk mengembangkan perangkat pengendali hama menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau drone," katanya.

Menurut dia, kegiatan pembuatan perangkat ini didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui skema Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Sementara itu, Tiara Nur Azmi Irawati mengatakan wereng merupakan hama padi yang paling berbahaya dan merugikan, khususnya di Indonesia karena serangga kecil itu mengisap cairan tanaman padi sekaligus menyebarkan virus yang menyebabkan tanaman padi terinfeksi penyakit tungro, sehingga mengakibatkan gagal panen.

"Saat ini, tanaman padi di Indonesia sangat rentan terhadap hama wereng. Hal tersebut terbukti dengan beberapa tahun kasus yang meresahkan petani akibat mewabahnya hama wereng," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 yang diklasifikasi menurut provinsi untuk periode 2018-2020 menunjukkan terjadinya penurunan luas panen padi dari tahun 2018 hingga 2020, yakni dari sebesar 11.377.934,44 hektare menjadi 10.786.814,17 hektare.

Berdasarkan data BPS itu pula, kata dia, diketahui bahwa produktivitas panen padi juga mengalami penurunan drastis dari 59.200.533,72 ton menjadi 55.160.548,20 ton.
"Merujuk pada pernyataan tersebut, maka penyebaran hama wereng tanaman padi menjadi ancaman bagi meningkatnya produktivitas pertanian terutama padi," katanya.

Dengan demikian, kata dia, dibutuhkan terobosan peran teknologi yang dapat membantu petani dalam mengatasi penyebaran hama wereng pada tanaman padi sehingga tidak sampai mengganggu pertumbuhan tanaman padi.

Sebagai upaya untuk ikut andil memberikan solusi atas permasalahan tersebut, mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian itu bersama dua rekannya berinisiatif untuk mengembangkan perangkat pengendali hama menggunakan drone.

"Ide ini bermula dari permasalahan sebelumnya, di mana pengusir hama dengan ultrasonik diletakkan pada tiang stasioner," katanya.

Jika pengusir hama dengan ultrasonik itu diletakkan di sawah, kata dia, perlu penempatan tiang pada beberapa lokasi.

Akan tetapi, lanjut dia, keberadaan tiang-tiang tersebut dapat mengganggu pekerjaan sawah petani.

"Karenanya, pengusir hama ini diterbangkan dengan drone. Sebelum diterbangkan, lintasan terbangnya dibuat dan diatur untuk menetap selama durasi yang ditentukan pada titik-titik tertentu," katanya.

Lebih lanjut, Tiara mengatakan inovasi penggunaan drone dan ultrasonik pada lahan sawah tersebut bertujuan untuk dapat melakukan pengendalian hama wereng cokelat dalam luasan yang lebih besar.

Selain itu, kata dia, perangkat tersebut sangat mendukung pertanian berkelanjutan karena tanpa membutuhkan bahan kimia atau pestisida.

"Perangkat pengendali hama ini portable, sehingga tidak hanya dapat digunakan di satu tempat. Tenaga yang digunakan pada alat ini menggunakan power bank, sehingga tidak perlu aliran listrik terus-menerus," katanya.

Dia mengatakan metode yang akan digunakan adalah dengan memakai lima buah sensor ultrasonik yang dirangkai menggunakan mikrokontroler guna membaca lebar pulse width modulation (PWM) untuk perhitungan luas areal yang dihasilkan dari pancaran gelombang ultrasonik.

Menurut dia, rangkaian tersebut kemudian disambungkan dengan drone yang didesain agar dapat diterbangkan di atas lahan.

"Cara kerja dari alat ini adalah drone akan terbang sesuai dengan sirkuit yang telah dibuat. Lalu sinyal dipancarkan oleh pemancar ultrasonik dengan frekuensi tertentu dan dengan durasi waktu tertentu," katanya.

Tiara mengatakan sinyal tersebut berfrekuensi di atas 40 kHz dan akan mengukur jarak benda (sensor jarak).

Menurut dia, sinyal yang dipancarkan akan merambat sebagai gelombang bunyi dengan kecepatan sekitar 340 m/s.

Ketika menumbuk hama wereng, kata dia, sinyal tersebut akan dipantulkan oleh benda tersebut dan akan menghasilkan suara yang bisa membuat hama wereng terganggu metabolismenya.

Hal itu disebabkan pada bunyi ultrasonik lebih dari 20 kHz terjadi gangguan komunikasi wereng, menghambat perkembangbiakan, mengacaukan pola reaksi gerak, dan membubarkan dari komunitasnya, sedangkan pada frekuensi yang lebih tinggi mampu menimbulkan reaksi gerak pasif hingga hama mati.

"Rencana ke depannya, alat ini akan dikembangkan dengan sistem cerdas pendeteksi lokasi padat hama, sehingga lama dan posisi menetap bervariasi. Perlu teknologi computer vision untuk mewujudkan hal ini," demikian Tiara Nur Azmi Irawati .

Baca juga: SBMPTN 2022 di Unsoed, lima peserta disabilitas ikuti UTBK

Baca juga: Dosen UMM ciptakan tiga drone untuk pertanian modern


Baca juga: Mahasiswa asal Sudan lulusan pertama S3 Fapet Unsoed Purwokerto
​​​​​​​

Baca juga: Unej luncurkan teknologi "handheld-drone" dukung pertanian presisi

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022