Siem Reap (ANTARA) - Para menteri ekonomi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada Kamis (15/9) menegaskan kembali komitmen teguh mereka terhadap integrasi ekonomi regional di tengah berbagai tantangan terkait pandemi COVID-19 yang masih terus berlanjut dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

Pernyataan itu dirilis pada akhir pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers/AEM) ke-54, yang diadakan di Provinsi Siem Reap, Kamboja barat laut.

Ekonomi ASEAN tumbuh 3,4 persen pada 2021 dengan pertumbuhan didorong oleh rebound kuat dalam sektor konsumsi, investasi, dan perdagangan, didukung oleh keberhasilan peluncuran program vaksinasi yang memungkinkan perekonomian-perekonomian di kawasan itu untuk memulai kembali aktivitasnya secara domestik.

Pernyataan tersebut menambahkan bahwa para menteri juga mencatat rebound kuat dalam perdagangan dan investasi ASEAN pada 2021, dengan perdagangan barang, didorong oleh produk elektronik dan bahan bakar, mencapai 3,34 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.899) pada 2021, naik 25,2 persen dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, nilai investasi pada 2021 tercatat 174,1 miliar dolar AS, naik 42,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan ekspansi yang kuat tercatat di sektor manufaktur, keuangan, dan jasa asuransi, tambah pernyataan itu.

"Pertemuan tersebut mengatakan bahwa hingga pertengahan Agustus 2022, tingkat vaksinasi dosis penuh di ASEAN mencapai 69 persen, sementara 30,5 persen populasi telah menerima suntikan penguat (booster)," kata pernyataan itu.

"Pertemuan ini menyatakan optimisme bahwa momentum pertumbuhan akan berlanjut hingga 2022 dan 2023, dengan proyeksi pertumbuhan masing-masing 5 persen dan 5,2 persen."

Berbicara pada konferensi pers di akhir pertemuan itu, Juru Bicara sekaligus Wakil Sekretaris Negeri Kementerian Perdagangan Kamboja Penn Sovicheat mengatakan para menteri ASEAN mengakui bahwa konflik di Ukraina memperburuk gangguan dalam rantai nilai global, semakin memicu inflasi, dan menekan ekspektasi ekonomi secara keseluruhan.

Penn Sovicheat menambahkan, para menteri juga menggarisbawahi bahwa netralitas karbon dan ekonomi digital akan menjadi pendorong perkembangan kawasan di tahun-tahun mendatang.

Menurut Sovicheat, para menteri juga mencatat kemajuan signifikan dalam menjaga keterbukaan pasar untuk perdagangan dan investasi melalui implementasi Kerangka Pemulihan Komprehensif ASEAN (ASEAN Comprehensive Recovery Framework/ACRF), yang berfungsi sebagai strategi bersama kawasan tersebut untuk bangkit dari pandemi.

"Para menteri menegaskan kembali komitmen mereka untuk bersama-sama bekerja menuju pemulihan pascapandemi yang kuat melalui lima strategi luas ACRF seputar sistem kesehatan, keamanan manusia, integrasi ekonomi, transformasi digital inklusif, dan keberlanjutan," katanya.

Sovicheat mengatakan para menteri juga mengadopsi Prinsip-Prinsip Panduan untuk Negosiasi Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN tentang Persaingan (ASEAN Framework Agreement on Competition/AFAC) dan meluncurkan negosiasi AFAC, yang bertujuan untuk menyediakan lingkungan bisnis yang adil dan kompetitif di ASEAN.

Untuk perjanjian perdagangan bebas Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), Sovicheat mengatakan para menteri ASEAN menyambut baik perjanjian yang mulai berlaku pada 1 Januari 2022, yang memulai penciptaan kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia.

Sovicheat mengatakan RCEP mewakili sepertiga pasar global, menghasilkan 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global, seperempat perdagangan barang dan jasa, dan 31 persen arus masuk investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) global.

Kesepakatan perdagangan raksasa regional itu beranggotakan 15 negara Asia-Pasifik, yang terdiri atas 10 negara anggota ASEAN (Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) serta lima mitra dagang mereka, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022