Ini (lengger) adalah perpaduan antara kesenian ketuk tilu yang di Subang serta ledhek dari Kabupaten Purworejo dan sekitarnya
Banyumas (ANTARA) - Seni lengger, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mungkin banyak yang belum mengenalnya, namun bagi mereka yang pernah berkunjung ke Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, hampir dapat dipastikan pernah menyaksikannya.

Lengger yang merupakan sebutan bagi penari tarian khas banyumasan (budaya Banyumas, red.) sering kali ditampilkan sebagai pertunjukan di acara hajatan, objek wisata, maupun dalam acara-acara resmi untuk menyambut dan menghibur tamu. Bahkan, lengger pun telah diperkenalkan ke sejumlah negara melalui berbagai pertunjukan seni yang digelar di luar negeri

Lengger yang identik dengan perempuan penari yang cantik itu tampil dengan iringan musik calung Banyumasan, yakni alat musik yang terbuat dari bambu.

Pertunjukan lengger ini mempunyai kemiripan dengan ronggeng dari Jawa Barat, khususnya Kabupaten Subang yang mengenalnya dengan sebutan doger.

Bahkan, kesenian lengger yang lahir di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sekitar abad ke-15 konon tidak lepas dari kesenian khas Jawa Barat.

Kepala Desa Gerduren Bambang Suharsono mengatakan lahirnya lengger berawal dari kehadiran seorang anak kecil dari wilayah Jawa Barat yang diangkat sebagai anak oleh warga Gerduren.

Anak kecil itu pandai menari dengan iringan alat musik kenclung dan bongkel yang kemudian menjadi calung, hingga akhirnya menjadi seorang lengger setelah menjalani berbagai ritual.

"Ini (lengger, red.) adalah perpaduan antara kesenian ketuk tilu yang di Subang (Jawa Barat) disebut dengan doger serta ledhek yang berasal dari Kabupaten Purworejo dan sekitarnya," kata Bambang.

Kesenian doger dan ledhek tersebut bertemu di Desa Gerduren sehingga lahirlah lengger.
Seorang penari asal Subang, Jawa Barat, menampilkan tarian kreasi Janger dan Manuk Dadali dalam kegiatan "Road to Jawara Satria 2022" di Wisata Bukit Pertapan, Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (20/9/2022). ANTARA/Sumarwoto
  Oleh karena itu, Pemerintah Desa Gerduren bercita-cita untuk membangun sebuah pusat informasi lengger berupa Museum Lengger. Cita-cita tersebut didasari oleh keberadaan sejumlah situs sejarah lengger di Desa Gerduren.

Dalam hal ini, di Gerduren terdapat sebuah sumur yang digunakan untuk memandikan penari yang akan menjadi seorang lengger, hingga prosesi upacara penobatan seorang lengger.

Selain itu, Pemdes Gerduren pun telah mendokumentasikan lagu khas banyumasan yang berasal dari desa tersebut. Tidak hanya itu, kesenian lengger pun telah menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia sejak tahun 2019.


Gelar Festival

Karena kesenian lengger dan ronggeng atau doger memiliki kemiripan, Direktur Utama Wisata Bukit Dewi Manggung  Wisata Bukit Dewi Manggung (BuDeMang) Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Ratna Ayu Ningrum menggagas kolaborasi promosi wisata budaya dan UMKM dengan Wisata Bukit Pertapan, Desa Gerduren.

Kolaborasi tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan kerja sama yang sudah ditandatangani bersama Ketua Desa Wisata Nusantara (Dewisnu) Banyumas Eko Katamto pada Juli 2022.

Atas dasar kerja sama tersebut, pihaknya bersama Pemdes Gerduren menggelar kegiatan "Road to Jawara Satria Festival 2022" di Wisata Bukit Pertapan, Desa Gerduren, pada 20 September 2022. Kegiatan serupa juga akan digelar di Wisata BuDeMang, Subang, dan puncaknya di Wisata Bukit Pertapan, Banyumas, pada tanggal 10 November 2022.

Kegiatan yang diagendakan digelar setiap tanggal 10 November yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan tersebut, dapat membangun kolaborasi seni budaya, wisata, dan UMKM yang bermanfaat bagi masyarakat Subang maupun Banyumas.

Eko Katamto mengakui Desa Gerduren memiliki potensi untuk menjadi tujuan wisata heritage. Hal itu disebabkan Desa Gerduren memiliki jejak sejarah lengger Banyumasan yang masih dipertahankan oleh seniman setempat, yakni Tarmiaji (80) beserta istri.

Dalam pertunjukannya, sang lengger tidak hanya menari tapi juga membawakan lagu tradisional banyumasan dengan iringan gamelan atau lebih spesifik lagi berupa seperangkat alat musik calung yang terbuat dari bambu.

Dengan adanya interaksi yang terjadi antara masyarakat Banyumas dan Subang dalam Festival Jawara Satria 2022 maka telah dijembatani oleh simbol verbal berupa kesenian sebagai alat representasi dari suatu fenomena, yaitu perpaduan antara dua budaya yang terjadi dalam kehidupan yang serasi dan damai sehingga bisa terlaksana melalui akulturasi.

 Ketua Dewisnu Kabupaten Subang Udan Karyawan mengatakan kemiripan seni budaya Subang dan Banyumas tidak hanya pada ronggeng atau doger yang berasal dari Subang maupun lengger dari Banyumas.

Kemiripan tersebut juga terdapat pada alat musik khas kedua daerah yang sama-sama terbuat dari bambu. Dalam hal ini, di Banyumas terdapat alat musik calung, sedangkan di Subang ada alat musik celempung dan yang membedakan hanyalah iramanya.

Dengan adanya berbagai kemiripan tersebut, pihaknya ingin mewujudkan kolaborasi antara Subang dan Banyumas meskipun saat sekarang baru dimulai dari sisi budaya lebih dahulu. Ke depan, kolaborasi juga akan dilakukan terhadap produk UMKM dari Subang untuk dipasarkan di Banyumas dan sebaliknya, termasuk menggandeng beberapa desa wisata untuk berkolaborasi memasarkan paket-paket wisata bersama.

Kolaborasi seni budaya serta UMKM antara Banyumas dan Subang itu diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah seiring dengan makin banyaknya wisatawan yang datang berkunjung ke wilayah itu.

Selain itu, kolaborasi tersebut juga dapat melestarikan seni budaya yang tumbuh dan berkembang di kedua daerah agar tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman. 



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022