Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyebutkan bahwa pemahaman mengenai hak anak saat orang tua berkonflik penting agar anak tidak menjadi objek dan korban dari sengketa orang tua.

"Pemahaman tentang hak anak ketika orang tua berkonflik atau bercerai merupakan kebutuhan dasar yang mutlak agar anak tidak menjadi objek dan korban sengketa orang tua," kata Rita dalam diskusi yang digelar daring diikuti dari Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan dari orang tuanya, terlepas dari keadaan apapun yang sedang dialami orang tua.

Baca juga: Komisi VIII DPR dorong penguatan perlindungan anak korban perceraian

Ia menjelaskan bahwa Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 14 ayat 2 menyebutkan jika orang tua berpisah, anak tetap berhak bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tatap muka kedua orang tuanya. Anak juga berhak mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan, dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.

Selain itu, anak juga berhak memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya dan memperoleh hak-hak anak lainnya.

Untuk itu, Rita mengatakan keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan hak anak, menumbuhkembangkannya, dan menjadi pelindung utama bagi anak.

Sayangnya, menurut dia, berdasarkan survei terbaru KPAI terhadap 86 orang tua tunggal (di luar perkawinan) di 17 provinsi, 61 orang tua berkonflik di 17 provinsi, dan 205 orang tua bercerai di 25 provinsi, hanya 1,1 persen orang tua tunggal yang menyampaikan identitas ayah kandung kepada anak.

Baca juga: Peringatan Hari Anak Nasional kuatkan komitmen penuhi hak anak

Selain itu, orang tua tunggal juga mengalami kendala dalam memenuhi hak identitas anak. Tercatat bahwa 51,1 persen akta lahir anak dari orang tua tunggal hanya mencatat nama ibu.

Orang tua tunggal juga ternyata tidak mengizinkan ayah biologis untuk bertemu dengan anak (65,1 persen). Alasannya, orang tua tunggal tidak mau anak mengetahui identitas ayah biologisnya. Selain itu, juga tidak mau ayah biologis mencampuri pola asuh dan tidak memberikan nafkah kepada anak.

"Untuk itu rekomendasinya adalah pentingnya penguatan program praperkawinan yang meliputi pemahaman bahwa hak anak sangat penting diberikan. Kemudian, kehadiran lembaga layanan sangat dibutuhkan pada saat orang tua atau pasangan memiliki masalah," tutur Rita.

"Kemudian optimalisasi lembaga layanan untuk meminimalisir perceraian atau dampak bagi anak, adanya lembaga pendampingan bagi anak korban konflik orang tua," kata dia.

Baca juga: KPPPA sosialisasi peran ibu-ayah dalam pengasuhan berbasis hak anak

Rita juga mengatakan perlu ada hukum yang mengatur pemenuhan hak anak dan sanksi tegas bagi orang tua yang mengabaikan hak anak. Selain itu, lanjut dia, kehadiran peradilan khusus keluarga dan lembaga khusus yang menyelesaikan mandat sengketa kasus pengasuhan juga penting diadakan.

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022