tumbuh kembangnya juga jadi tidak optimal dan pada usia 40an mudah terkena penyakit
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai terjadinya disparitas dalam transisi penuaan penduduk di sejumlah daerah di Indonesia.

“Kalau kita kaitkan dengan persiapan menghadapi ageing population itu akan terjadi disparitas antara laki-laki dan perempuan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam konferensi Internasional ”the 2nd Southeast Asia Biennial Conference on Population and Health Related to Stunting” yang diikuti di Malang, Jawa Timur, Selasa.

Hasto menuturkan dalam grafik pertumbuhan penduduk, terlihat tren jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

Jumlah penduduk berdasarkan gender yang tidak seimbang itu, diikuti dengan angka harapan hidup laki-laki yang jauh lebih rendah dibandingkan perempuan. Pada sisi sosial, kondisi tersebut menyebabkan banyak perempuan menjadi seorang janda.

“Ini kemudian bagaimana peran gender di dalam aktivitas ekonomi itu penting sekali karena gender akan dominan, ini riil ya karena laki-laki risiko matinya lebih tinggi dari perempuan,” katanya.

Baca juga: BKKBN ajak warga Purwakarta berperan dalam program penurunan stunting
Baca juga: Rektor UB: Tri Dharma PT bantu mahasiswa percepat turunkan stunting

Hasto melanjutkan hal yang perlu diwaspadai dari disparitas itu adalah tidak meratanya pembangunan sumber daya manusia di saat sebuah wilayah mulai bertransisi mengalami penuaan penduduk.

“Angka kelahiran total (TFR) diberbagai daerah juga mengalami kesenjangan. Sehingga kebijakan dua anak cukup juga menjadi suatu kajian yang menarik apakah kita akan bisa menggunakan kebijakan yang sama,” ujar Hasto.

Menurut Hasto disparitas dapat diselesaikan bila negara berfokus mengarahkan perbaikan dan melakukan analisis ke tingkat terkecil masyarakat yakni keluarga. Pembangunan keluarga perlu digeser menjadi peningkatan kualitas.

Salah satunya adalah mencegah kelahiran anak stunting baru dengan melakukan koreksi kesehatan, lingkungan tak layak huni, pemenuhan hak reproduksi serta gizi seimbang di dalam sebuah keluarga. TFR yang saat ini menyentuh angka 2,24 juga harus diupayakan turun menjadi 2,1, supaya pertumbuhan menjadi seimbang dalam menyiapkan sumber daya manusia yang produktif.

Baca juga: Gubernur Sulteng minta OPD gencarkan pencegahan stunting
Baca juga: BKKBN: Bonus demografi dampak penurunan tajam kelahiran

Selain itu, Hasto turut menyatakan bila negara perlu menggerakkan peran perempuan lebih optimal karena memainkan peran yang sangat penting dalam proses transisi demografis. BKKBN bahkan berprinsip setiap perempuan diharapkan dapat melahirkan satu anak perempuan untuk mencegah terjadinya zero growth atau minus growth (kekurangan penduduk).

Sedangkan untuk meningkatkan kualitas anak bangsa, stunting harus entaskan. Sebab Indonesia akan memasuki bonus demografi yang menjadi suatu periode meningkatkan pembangunan serta keproduktivitasan masyarakat usia kerja untuk menopang penduduk yang tidak produktif seperti lansia dan anak balita.

“Stunting pasti kemampuan intelektualnya rendah, stunting pasti pendek meski pendek belum tentu stunting, tumbuh kembangnya juga jadi tidak optimal dan pada usia 40an mudah terkena penyakit. Makanya kita usahakan itu turun 14 persen di tahun 2024,” ucap Hasto.

Baca juga: BKKBN ingatkan jarak kehamilan di atas tiga tahun cegah stunting
Baca juga: Balita di Jaksel dapat tambahan gizi guna cegah tengkes
Baca juga: BKKBN dan Kemenag kerja sama cegah stunting dengan program prekonsepsi

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022