... saat akhir pertunjukan diikuti dengan sahutan “keren” dan “lagi... lagi...
Jakarta (ANTARA) - Para pengunjung Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2022 terpukau dengan interior gedung utama Taman Budaya Bengkulu yang disulap menjadi layar tampilan untuk sebuah proyeksi video atau dikenal dengan pemetaan video (video mapping).

Pemetaan video merupakan sebuah teknik dengan memanfaatkan pencahayaan dan proyeksi untuk menciptakan ilusi optik pada objek.

Pemetaan video tersebut menjadi bagian teater multimedia yang ditampilkan dalam karya bertajuk "Human is Alien" yang dipersembahkan oleh Jonas Sestakresna dan Ruang Asah Tukad Abu dari Bali dengan para seniman di Bengkulu.

Melalui sentuhan multimedia, pertunjukan teater pun menjadi lebih kaya visual dan audio. Kolaborasi komunitas lokal dari Bali dan Bengkulu menyatu dalam karya seni media berupa dialog tentang ekologi yang diambil dari sudut pandang xenoarkeologi dan spiritualitas Nusantara.

Karya itu menggambarkan keadaan alam dengan keadaan alaminya yang kemudian diinvasi manusia sehingga terjadi perubahan-perubahan. Manusia digambarkan sebagai alien yang mencoba menyelaraskan diri pada alam dan mengubah alam menjadi rumahnya dengan sentuhan teknologi.

Dengan alunan nada spiritualitas dan pantulan cahaya yang membentuk beragam gambar yang membungkus satu kesatuan cerita, para seniman mengubah gedung Taman Budaya menjadi “papan cerita” yang melukiskan keadaan alaminya alam dan kehadiran manusia yang beradaptasi dengan alam dengan menggunakan teknologi.

Salah satu yang disoroti adalah air yang menjadi sumber kehidupan manusia dan sentuhan teknologi dalam pertanian yang dikelola manusia.

Dalam salah satu penggalan cerita tersebut, pertunjukan teater tentang air tampil di atas panggung putih di depan gedung utama Taman Budaya, yang dikombinasikan dengan pemetaan video dan alunan musik serta pencahayaan.

Para penari mengenakan pakaian atasan dan bawahan serba putih dan menari-nari dengan membawa keranjang rotan yang sering digunakan untuk membawa hasil pertanian. Dalam aksi mereka, keranjang dipakai menjadi topi yang menutup sampai ke leher.

Meski terhalang untuk melihat karena mata tertutup keranjang, mereka tetap mampu menari dengan lincah tanpa ada tabrakan satu sama lain dalam satu kesatuan irama hingga akhirnya satu per satu pemain meninggalkan panggung.

Dari panggung berbeda di samping panggung utama itu lalu tampil seorang yang menari-nari diikuti dengan senandung spiritualitas yang dilantunkan oleh para pemain musik yang memadukan alat musik tradisional dan modern seperti gitar listrik.

Tepuk tangan dari para penonton bergema saat akhir pertunjukan diikuti dengan sahutan “keren” dan “lagi... lagi...” Karya seni tersebut menjadi penampilan baru bagi sebagian masyarakat Bengkulu dan pengunjung lain.

Salah satu pesan yang ingin disampaikan seniman adalah untuk menggugah kesadaran masyarakat agar lebih peduli menjaga kelestarian alam, terutama air yang menjadi sumber kehidupan makhluk hidup.

Human is alien itu kenapa manusia kok tidak seperti makhluk hidup yang ada di Bumi ini, yang tanpa teknologi mereka bisa adaptasi. Karena memang kita sebenarnya agak cocok di Bumi ini sehingga kita perlu adaptasi lagi,” ujar Jonas, salah seorang seniman yang mempersembahkan karya tersebut.

Menurut Direktur Perfilman, Musik dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Ahmad Mahendra, perlu kolaborasi untuk menumbuhkan inovasi di bidang seni media dan pemajuan kebudayaan.

Kehadiran FKSM utamanya untuk mewadahi para komunitas seni budaya di daerah dan membangkitkan pemanfaatan ruang terbuka di taman budaya untuk bisa diberdayakan sebagai media tumbuh dan berkembangnya para komunitas lokal.

FKSM tersebut diharapkan dapat menjadi stimulus untuk menginisiasi pembentukan festival seni budaya lain di masing-masing daerah yang dapat mewadahi para komunitas lokal.
 

Benang merah
FKSM 2022 yang dihelat di Bengkulu pada 5-12 Oktober 2022 itu juga menampilkan benang merah antara Jawa dan Sumatera melalui ikon harimau dalam karya berjudul GogorPendegar Macanan yang dipersembahkan oleh Bajra dari Pasuruan, Jawa Timur.

Gogor merupakan karya instalasi dan pertunjukan audio visual yang terinspirasi oleh potongan-potongan cerita rakyat lokal yang tersebar di daerah Keresidenan Malang, Jatim.

Karya seni media berjudul Gogor – Pendegar Macanan yang dipersembahkan oleh BAJRA dari Pasuruan, Jawa Timur dalam Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2022 di Bengkulu. ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Dikisahkan, pada masa penjajahan, pemerintah kolonial merepresi aktivitas perguruan silat sehingga sejumlah perguruan silat di kawasan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, mencari cara agar praktik perguruan tetap berjalan. Salah satunya dengan berlatih silat dengan menggunakan kostum hewan, seperti banteng dan harimau.

Cara tersebut mampu mengelabui pemerintah kolonial karena dilihat sebagai sebuah pertunjukan teatrikal semata.

Nama Gogor berasal dari kepercayaan tentang seorang pendekar silat sakti dengan ajian macanan (harimau) yang berwasiat agar kelak jasadnya dikuliti. Wasiat itulah yang mendorong bentuk karya berupa rangkuman cerita yang ditulis pada replika kulit manusia.

Media yang digunakan dalam karya seni itu, antara lain, berupa instrumen noise, alat pengeras suara, pusaka harimau, kulit hewan, dan benang merah.

“Awal tantangan untuk pameran ini adalah apa sih perpotongan antara daerah di Jawa itu sama di Sumatera. Akhirnya teman-teman menemukan harimau,” ujar salah seorang seniman karya tersebut Muhammad Zeian.

Gogor-Pendegar Macanan dapat dipandang sebagai sebuah ritus silaturahmi kontemporer atau sebuah legenda baru mengenai hubungan manusia, alam, dan roh-roh pelindung alam.
 

Bermanfaat
Bagi Zeian, FKSM menjadi wadah untuk mengembangkan kapasitas dan memberikan stimulus bagi pengembangan inovasi komunitas lokal dalam berkarya.

Dalam festival itu, sebanyak 13 komunitas seni media dari sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, Bali, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur, dilibatkan.

Hajatan ini diselenggarakan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerja sama dengan Arcolabs, Unit Pelaksana Teknis Dinas Taman Budaya Bengkulu, dan Asosiasi Seniman Bengkulu yang berlokasi di Taman Budaya.

Melalui festival itu, para komunitas dapat memperluas jaringan karena mereka bertemu dalam satu wadah sehingga bisa saling bertukar ilmu pengetahuan dan gagasan karya seni.

Kolaborasi antarkomunitas juga tercipta untuk menghasilkan karya seni media dengan menggabungkan interdisiplin, antara lain, tipografi, imaji, bunyi, animasi, dan video.

FKSM, menurut Zeian, jadi platform ruang dan wadah bagi para seniman dari segala lini masuk. “Asyiknya, acara ini tidak terpusat di Jawa,” tutur seniman kelahiran 1977 itu.

Ketua Asosiasi Seniman Bengkulu Feri Van Dalis menyatakan penyelenggaraan FKSM di Bengkulu menjadi ruang untuk memupuk ilmu bagi para pelaku seniman di dalam dan luar Bengkulu melalui kolaborasi bersama antarkomunitas.

Ilmu-ilmu yang didapatkan seperti sistem pencahayaan, suara, audio, dan penggunaan multimedia dapat disebarluaskan kepada para seniman lain, generasi muda termasuk pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum.

Festival tersebut menggandeng para komunitas lokal untuk berkarya dan melestarikan seni budaya Indonesia, agar ada keberlanjutan menumbuhkan peran-peran komunitas lokal untuk berinovasi memajukan kebudayaan daerah.





Editor: Achmad Zaenal M



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022