Jakarta (ANTARA) - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), dalam memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober, menyerukan agar petani kecil dan nelayan menjadi pusat transformasi sistem pertanian pangan.

"Petani kecil dan nelayan harus menjadi pusat transformasi sistem pertanian pangan global," kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal, seperti disampaikan FAO Indonesia dalam keterangannya pada Jumat.

Hari Pangan Sedunia tahun ini menyerukan pada semua orang mengambil tindakan dan menumbuhkan solidaritas global untuk melakukan transformasi pada sistem pertanian-pangan, mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, mengatasi ketidaksetaraan, meningkatkan ketangguhan dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Adapun tema Hari Pangan Sedunia tahun ini adalah "Jangan tinggalkan satu orang pun: Produksi yang Lebih Baik, Nutrisi yang Lebih Baik, Lingkungan yang Lebih Baik, dan Kehidupan yang Lebih Baik".

"Tema ini lahir karena dunia menghadapi tantangan ketahanan pangan yang besar akibat dari konflik, krisis ekonomi, darurat iklim, degradasi lingkungan dan dampak lanjutan dari COVID-19," kata FAO.

Namun, menurut FAO, upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 2030 untuk semua orang dan di mana pun perlu terus dilanjutkan.

FAO menyoroti harga pangan yang melonjak ke rekor tertinggi tahun ini; pupuk menjadi terlalu mahal bagi banyak petani, dan jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan terus meningkat.

"Kenaikan harga pangan mempengaruhi kita semua, tetapi dampaknya paling dirasakan oleh mereka yang rentan dan oleh negara-negara yang sudah mengalami krisis pangan," ujar Aryal.

Berdasarkan data FAO, saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat dan kelaparan terus meningkat. Kondisi itu mempengaruhi 828 juta orang pada 2021, atau meningkat sekitar 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.

Hanya dalam dua tahun, jumlah orang yang rawan pangan telah meningkat dari 135 juta pada 2019 menjadi 193 juta pada 2021, dan 2022 kemungkinan akan terbukti lebih buruk, kata FAO.

Badan pangan dan pertanian dunia itu juga memperkirakan bahwa sekitar 970.000 orang di lima negara --Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan dan Yaman-- akan hidup dalam kondisi kelaparan.

Angka itu sepuluh kali lebih banyak dari enam tahun lalu ketika hanya dua negara yang masyarakatnya menghadapi kondisi serupa, kata FAO.

"Kita membutuhkan pekerjaan dan layanan pedesaan yang layak, serta mengakhiri pekerja anak dan mendorong kesetaraan gender untuk mendukung masyarakat pedesaan, yang merupakan penjaga sebagian besar keanekaragaman hayati bumi," jelas Aryal.

Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting untuk mengubah sistem pertanian-pangan menjadi lebih efisien, lebih inklusif, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan untuk produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik untuk semua.

"Pertanian adalah salah satu intervensi kemanusiaan yang paling hemat biaya," kata Aryal.

Baca juga: FAO harap Indonesia ajak negara G20 kolaborasi atasi kelaparan
Baca juga: FAO ungkap angka kelaparan meningkat 150 juta orang sejak 2019
Baca juga: FAO: Konflik dan iklim kemungkinan picu lebih banyak krisis pangan

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022