Jakarta (ANTARA) - Subholding Gas PT Pertamina (Persero), PT PGN Tbk siap mengembangkan bisnis biometana sebagai salah satu program dekarbonisasi khususnya dengan memanfaatkan limbah cair minyak kelapa sawit menjadi energi baru dan terbarukan (EBT).

Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Heru Setiawan dalam keterangannya di Jakarta, Senin mengatakan pengembangan biometana tersebut sejalan target pemerintah dan komitmen BUMN mengurangi emisi karbon guna mencapai net zero emission pada 2060.

"PGN terbuka untuk bermitra dengan berbagai pihak untuk kolaborasi dalam bisnis biomethane," katanya dalam SOE International Conference G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin.

Konferensi internasional tersebut menjadi ajang positif PGN meraih kesempatan, kepercayaan dunia, dan kerja sama strategis atas transformasinya dalam mengembangkan energi baru yang berkelanjutan.

Menurut Heru, salah satu hasil pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) adalah dapat diolah menjadi biometana.

Di Indonesia, sebanyak 187,5 juta ton buah sawit mentah dapat menghasilkan 45 juta ton CPO dan 109,3 juta ton POME, yang dapat melepaskan metana ke atmosfer setara 36 juta ton CO2e.

Baca juga: SubholdingGas Pertamina: Program bedah dapur diikuti 2.122 pendaftar

"Potensi POME diusulkan untuk diolah menjadi biomethane yang pemanfaatannya dapat disandingkan dengan gas bumi. Biomethane dapat menjadi opsi EBT untuk menggantikan bahan bakar minyak dari fosil. Pengolahan POME membantu mengatasi permasalahan lingkungan, karena limbah cairnya dapat membahayakan lingkungan, jika tidak diolah dan dimanfaatkan dengan tepat," jelas Heru.

Ia juga mengatakan total potensi biometana di Indonesia sebesar 195 MMSCFD yang meliputi Riau, Kalteng, Sumut, Kalbar, dan Sumsel.

Sementara, ada beberapa pabrik kelapa sawit di jalur pipa gas PGN Group di Sumatera yakni Aceh, Sumut, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, dan Lampung.

"Infrastruktur gas bumi PGN Group yang sudah ada siap digunakan untuk pemanfaatan biomethane, sehingga investasi tambahan tidak diperlukan untuk pengembangan infrastruktur baru," lanjut Heru.

Baca juga: PGN-PT JRP bersinergi kembangkan jaringan gas rumah tangga di Bintaro

Dengan karakteristik setara gas bumi, biometana memiliki berbagai potensi penggunaan akhir yang juga mirip gas seperti bahan bakar kendaraan, generator listrik, dan pemanas. Selain juga, biometana memiliki emisi karbon yang rendah.

Menurut Heru, biometana menarik untuk investasi dalam jangka panjang ke depan. Apalagi, saat ini, banyak industri dunia fokus pada investasi bersih berbasis hijau.

Dengan pemanfaatan biometana, investor akan mendapatkan kredit karbon pengurangan gas rumah kaca dan biosertifikat green house gas reduction atas konversi bahan bakar dari fosil ke biometana.

Ia melanjutkan pemerintah sudah menggencarkan berbagai program energi bersih khususnya pada masa transisi menuju energi terbarukan.

Sesuai Paris Agreement 2016, pemerintah menargetkan penurunan emisi 29-41 persen pada 2030 dengan sumber energinya menggunakan 23 persen energi terbarukan pada 2025 dan 31 persen pada 2050.

"Biomethane merupakan produk energi bersih berbasis bio, sehingga dapat mencegah emisi. Bahan baku untuk menghasilkan biomethane juga berkelanjutan dan melimpah, sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang," terang Heru.

Sebagai bagian Holding Migas Pertamina, PGN proaktif dalam perluasan biometana agar berkontribusi pada Nationally Determined Contribution (NDC) dan desentralisasi bahan bakar dual fuel yang mengarah pada sistem energi yang stabil dan andal di Indonesia.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022