Palu (ANTARA News) - Terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo, mengungkapkan selain 16 tokoh yang pernah mereka sebutkan, juga Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di Tentena, kota kecil di tepian Danau Poso, terlibat secara langsung dalam kerusuhan Poso. "Saya tidak tahu mengapa (mereka yang memegang jabatan di Majelis Sinode) tidak pernah diperiksa polisi," kata Tibo (60) dalam wawancara eksklusif dengan sejumlah wartawan di LP Petobo Palu, tempat mereka ditahan, Sabtu. Ia menjelaskan, ketelibatan para tokoh di GKST itu antara lain dengan memberikan dukungan moril serta lainnya kepada massa Pasukan Merah yang hendak menyerang warga muslim di wilayah Poso. "Saya katakan bahwa sebelum kami turun ke Poso, kami didoakan di halaman GKST oleh para pendeta," kata dia meyakinkan. Tibo ketika itu sempat menyebutkan beberapa nama yang memimpin Pasukan Merah saat melakukan penyerangan, antara lain Paulus Tungkanan, Eric Rombot, Lempa Deli, serta Angki Tungkanan sebagai panglima pasukan. "Mereka semua harus ditangkap polisi untuk menjalani proses hukum agar ada keadilan, termasuk Yahya Patiro (mantan Sekab Poso) yang sudah dikonfrontir dengan saya," tuturnya menambahkan. Keterangan senada disampaikan oleh Dominggus da Silva (43), rekan Tibo yang juga dijatuhi pidana mati dan tinggal menunggu pelaksanaan eksekusi. Dengan nada bicara meledak-ledak, Dominggus bahkan mendesak polisi segera menangkap Yahya Patiro untuk menjalani proses hukum. "Saat itu saya berada di kantor GKST dan mengangkat telepon dari Yahya yang mencari Tungkanan. Karena Tungkanan tidak ada di tempat, Yahya kemudian menitip pesan supaya Tungkanan menghalangi jalan (Trans Sulawesi) yang akan masuk pasukan TNI dari arah Palopo, Sulawesi Selatan," katanya. Seluruh ruas jalan masuk wilayah Poso pada saat penyerangan Pasukan Merah akhir Mei hingga awal Juni 2000 memang dipenuhi tumbangan pepohonan, sehingga menyulitkan warga muslim mengungsi untuk menyelamatkan diri ke kabupaten tetangga.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006