Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Ni Made Diah mengatakan upaya yang lebih besar dari berbagai pihak dibutuhkan untuk percepatan penurunan prevalensi stunting nasional yang ditargetkan menjadi 14 persen pada 2024.

“Memang harus bekerja lebih, effort-nya (upaya) harus lebih besar. Makanya ada upaya-upaya percepatan, antara lain fokus intervensi spesifik di 12 lokus karena akan memberikan daya ungkit yang besar,” katanya di Jakarta pada Selasa.

Dia mengatakan intervensi spesifik atau intervensi yang berhubungan langsung dengan penyebab terjadinya stunting memang lebih banyak terkait dengan sektor kesehatan, sementara intervensi sensitif terdapat banyak peran lintas sektor.

Terkait intervensi spesifik, Kemenkes memantau secara intensif sebanyak 12 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi stunting tertinggi dan jumlah balita stunting terbanyak. Namun demikian, bukan berarti provinsi-provinsi lainnya tidak dilakukan intervensi.

“12 provinsi dengan kriteria jumlah terbanyak prevalensi balita stuntingnya tertinggi itu yang dimonitor secara intensif, sampai pimpinan kami bertemu secara virtual atau tatap muka, memonitor mulai dari (memastikan, red.) apakah tablet tambah darah pada kelompok remaja sudah dijalankan atau belum, dan seterusnya,” katanya.

Diah mengatakan intervensi spesifik perlu dilakukan sejak anak sebelum dilahirkan atau masa kehamilan, bahkan sejak usia remaja pada perempuan yang notabene merupakan calon ibu.

Baca juga: Kepala BKKBN nilai pemahaman stunting di masyarakat masih rendah

Oleh sebab itu, katanya, program-program yang dijalankan Kemenkes terkait pencegahan stunting pun berkisar pada berbagai siklus kehidupan tersebut.

“Kami juga menjunjung tinggi juga kearifan-kearifan lokal di masing-masing daerah, misalnya terkait intervensi pemberian makanan pendamping ASI yang gizi seimbang dan kaya protein. Tentu saja itu perlu terkait dengan sumber pangan lokal di masing-masing daerah seperti apa itu dan menyesuaikan ketersediaan masing-masing daerah,” katanya.

Kemenkes telah bersinergi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta lembaga lainnya terkait program pencegahan stunting untuk memastikan pencapaian dari intervensi spesifik.

Selain itu, pihaknya melibatkan gerakan-gerakan dari berbagai mitra mulai dari organisasi masyarakat, organisasi profesi kesehatan, perusahaan swasta, hingga organisasi keagamaan.

“Itu semua kami ajak bergandengan tangan supaya yang tadi intervensi spesifik itu bisa terkejar. Mitranya sudah lumayan terkumpul banyak,” katanya.

Pihaknya telah menyediakan berbagai pelatihan secara teratur dan berjenjang seperti pelatihan fasilitator di tingkat provinsi yang berlanjut hingga ke tingkat puskesmas dan kader kesehatan.

“Puskesmas itu jumlahnya 10 ribuan, sedangkan posyandu itu ada tiga ratus ribuan. Dan kader itu, satu posyandu kurang lebih ada 5-10 kader. Jadi memang sangat banyak serta memerlukan waktu dan terus-menerus. Kader itu di lapangan sering berganti tetapi menu-menu kegiatan yang ditetapkan oleh kesehatan itu setiap tahunnya memang ada pelatihan, termasuk edukasi gizi seimbang dan cara memantau pertumbuhan anak,” kata Diah.

Baca juga: DPR: Penurunan stunting bisa tercapai jika ada kemandirian keluarga
Baca juga: BKKBN: Audit kasus stunting bermanfaat untuk tekan kemiskinan ekstem
Baca juga: Pakar: Posyandu terintegrasi percepat pengendalian stunting

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022