Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meminta koordinasi antarpemangku kepentingan dalam menyelenggarakan kegiatan semakin diperkuat agar peristiwa keracunan massal tidak terulang kembali.

Hal tersebut dikemukakan menyusul adanya peristiwa keracunan massal yang menimpa 42 balita di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat seusai mengonsumsi makanan yang diberikan dalam program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mencegah stunting.

"Kita sudah mendapat laporan untuk adanya keracunan PMT di Majene, dari sisi Kemenkes, kita sudah punya tenaga gizi, kita sudah punya protokol pengamanannya jika menyiapkan makanan untuk masyarakat," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Endang menekankan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait untuk mempererat koordinasinya dalam kegiatan yang berkenaan dengan memberikan makanan siap saji kepada masyarakat secara langsung.

"Kita ingin mereka supaya melapor dulu ke puskesmas, melapor dulu ke Dinkes, supaya dicek dulu apakah protokolnya sudah sesuai keamanan pangan kita," ujarnya.

Endang menyebut saat ini perawatan seluruh balita yang menjadi korban tersebut tengah ditangani Dinas Kesehatan (Dinkes) dan puskesmas setempat.

Sebelumnya, diketahui sebanyak 42 balita di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene dibawa ke rumah sakit setelah mengalami muntah-muntah usai mengonsumsi makanan tambahan dalam program PMT guna mencegah stunting.

Adapun untuk jenis makanan yang disajikan berupa nasi putih, bubur ayam, ayam suir, kentang dan wortel, telur rebus, sayur daun kelor, ikan turingan goreng, dan sambal tumis.

Mayoritas balita yang mengalami keracunan berusia di bawah dua tahun dengan keluhan muntah-muntah lebih dari 10 kali, diare sebanyak tiga sampai empat kali, sakit perut dan demam.

Baca juga: Dinkes Cianjur: Dua orang meninggal karena keracunan

Baca juga: Puluhan korban keracunan hidangan hajatan dirawat di RSUD Purwakarta

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024