Jakarta (ANTARA) - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui harmonisasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) pada legislasi di tingkat nasional masih menjadi tantangan terberat pemerintah Indonesia.

Sebab, menurutnya, Indonesia memiliki pemerintahan pada tiga level, yakni pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah di kabupaten/kota.

“Itulah pekerjaan rumah (PR) saya yang paling berat, karena kita punya tiga level pemerintahan. Itu tidak mudah pasti, tapi kita harus tetap mencoba. Kemarin saya di Jenewa ditanyakan tentang level pemerintahan yang ada tiga, tapi kita harus percaya dengan bersama-sama, kita pasti bisa,” ujar Mensos Risma.

Baca juga: PBB: Penyandang disabilitas hadapi kesenjangan dalam implementasi CRPD

Pertemuan tingkat tinggi antar-pemerintah tentang disabilitas se Asia Pasifik atau High-level Intergovermental Meeting on The Final Review of The Asian and Pasific Decade of Persons with Disabilities (HLIGM APDPD) ditutup dengan lahirnya Deklarasi Jakarta yang menandai dimulainya dekade keempat dari dasawarsa penyandang disabilitas di kawasan Asia Pasifik.

Deklarasi Jakarta diharapkan mampu menegaskan kembali komitmen pemerintah negara Asia Pasifik dalam mewujudkan Strategi Incheon yang diinisiasi sepuluh tahun lalu.

"Hari ini hari terakhir dan sudah ditutup untuk pertemuan tingkat tinggi antar-pemerintah di Asia Pasifik, dan kita membuat Deklarasi Jakarta untuk tindak lanjut 2023-2032 yang akan ditindaklanjuti oleh para anggota, diakselerasi dan dilaksanakan," kata Mensos Risma.

Deklarasi Jakarta memuat enam resolusi sebagai komitmen pemerintah di negara Asia Pasifik dalam pembangunan yang inklusif disabilitas. Salah satu isu prioritas adalah penyelarasan CRPD pada legislasi tingkat nasional.

Indonesia telah meratifikasi CRPD melalui UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan pada tahun 2016, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas lahir sebagai pengganti UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan meskipun implementasi dari CRPD telah mengalami kemajuan, penyandang disabilitas di wilayah Asia Pasifik menghadapi hambatan yang membatasi partisipasi mereka dalam pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan, dan banyak aspek kehidupan sehari-hari lainnya.

Untuk itu, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional era Presidan SBY ini mengajak anggota UNESCAP untuk memperkuat kemitraan baru dengan organisasi penyandang disabilitas, sektor swasta, entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lainnya menciptakan pendekatan masyarakat yang menyeluruh.

Baca juga: UN ESCAP nilai kemajuan strategi Incheon pada segi legislasi

Baca juga: Komisi Nasional Disabilitas harus sejalan dalam implementasi CRPD


"Dengan janji baru ini (Deklarasi Jakarta), mari kita investasikan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan kita mencapai 10 sasaran Strategi Incheon selama dekade baru," kata dia.

Dalam mengadopsi Deklarasi Jakarta, Armida berharap penyandang disabilitas dapat berpartisipasi aktif dan signifikan dalam semua kebijakan dan program terkait disabilitas, sejalan dengan semangat nothing without us about us, tak akan berarti tanpa kita.

HLIGM APDPD terlaksana atas kerja sama UNESCAP dengan Kementerian Sosial. Kegiatan ini dilaksanakan secara hibrida sejak 19 Oktober dan berakhir pada 21 Oktober 2022. Turut hadir pada kegiatan ini delegasi dari 53 negara anggota, 9 negara asosiasi, negara observer, badan PBB, dan organisasi masyarakat sipil.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022