Denpasar (ANTARA News) - Pembahasan mengenai opsi-opsi yang akan diberikan kepada anggota ASEAN yang melanggar prinsip-prinsip ASEAN menjadi salah satu agenda pembicaraan tokoh-tokoh ASEAN yang tergabung dalam "Eminent Persons Group" (EPG). Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Ketua EPG on ASEAN Charter Tan Sri Musa Hitam seusai pertemuan hari ke-2 EPG di Denpasar, Selasa. "Ada pembahasan ke arah situ, kami tengah mencari opsi yang akan diberlakukan bagi negara-negara anggota ASEAN yang tidak mengikuti kesepakatan yang telah disepakati," katanya. Saat ditanya mengenai kemungkinan jenis-jenis opsi tersebut, dia menolak untuk menjelaskan lebih lanjut. "Opsi-opsinya ada dan tengah dibicarakan mengenai penerapannya satu sama lain," ujar delegasi yang menolak istilah sanksi. Sementara itu delegasi EPG asal Indonesia Ali Alatas mengatakan, ide mengenai opsi bagi negara-negara anggota ASEAN yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ASEAN muncul dari kenyataan yang menyebutkan ada negara-negara anggota ASEAN yang tidak melaksanakan kesepakatan, tetapi tidak ada pengawasan. "Tidak ada monitoring tapi jika ada juga what next," katanya. Hal itu, kata dia, mendasari munculnya pemikiran mengenai opsi-opsi yang akan dilakukan pada anggota ASEAN yang melanggar ASEAN Charter nantinya. Semenjak dideklarasikan di Bangkok pada 8 Agustus 1967, ASEAN tidak memiliki suatu piagam atau charter yang memberikan status hukum (legal personality) sehingga tidak ada suatu kontrol terhadap ketaatan anggota atas suatu kesepakatan yang dibuat. Piagam tersebut diharapkan minimal akan mengakomodasi berbagai dokumen ASEAN yang sudah ada dan memberikan jati diri hukum terhadap ASEAN. Sekalipun tanpa status hukum, ASEAN telah berjalan tetapi guna menghadapi tantangan ke depan dalam proses integrasi ASEAN, adanya suatu charter yang memuat aturan hukum yang jelas merupakan keharusan. Oleh karena itu EPG diharapkan mampu memberikan rekomendasi kepada pemimpim ASEAN untuk penyusunan suatu piagam yang nantinya mampu memanfaatkan berbagai peluang dan menghadapi beragam tantangan yang terus berubah sesuai dinamika politik global.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006