Roma (ANTARA) - Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, yang baru dilantik pada Sabtu (22/10), diperkirakan akan menghadapi banyak tantangan, seperti kenaikan harga, pasokan energi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, hingga stabilitas politik secara keseluruhan.

Dengan pemerintahan Italia yang baru tersebut, para analis menilai negara itu akan menghadapi prioritas domestik mendesak dan tidak berharap akan melihat perubahan seketika pada garis kebijakan luar negeri Italia.

Profesor ekonomi publik dari Universitas Pavia, Riccardo Puglisi, berharap PM Meloni dapat berhati-hati dalam menentukan kebijakan luar negeri.

"Ada beberapa elemen Euroskeptik dan pro-Rusia dalam koalisinya, tetapi saya berharap Meloni berhati-hati dalam hal kebijakan luar negeri. Kemampuan sebuah pemerintahan baru masih terbatas untuk menangani begitu banyak masalah," kata Puglisi.

Sementara itu, seorang analis urusan politik di ABS Securities, Gian Franco Gallo, mengatakan pemerintahan PM Meloni harus dapat mencapai kemajuan di bidang domestik utama, seperti harga energi dan lapangan kerja.

"Pemerintahan baru di bawah Meloni harus membuktikan bahwa mereka dapat mencapai kemajuan di bidang-bidang domestik utama, seperti harga energi dan lapangan kerja. Jika tidak, itu akan menciptakan perpecahan di dalam koalisinya; dan jika itu terjadi maka semua prioritas pemerintah tidak akan tercapai," kata Gallo di Milan.

Alfred Kammer, Direktur Departemen Eropa di Dana Moneter Internasional (IMF), mengatakan bahwa pemerintahan baru Italia harus mengikuti sebagian besar kebijakan energi yang ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Mario Draghi.

Pemerintahan sebelumnya, menurut Kammer, dapat menemukan sumber energi baru non-Rusia dan pengembangan sumber-sumber terbarukan.

Konflik antara Rusia dan Ukraina berdampak dramatis pada Italia, yang awalnya merupakan importir gas alam Rusia terbesar kedua di Uni Eropa.

Dampak konflik terhadap harga energi dan rantai pasokan itu menimbulkan efek riak di seluruh ekonomi Italia, sehingga IMF bulan ini memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi negara itu menjadi negatif 0,2 persen tahun depan, dibandingkan dengan estimasi pertumbuhan positif 0,7 persen dari Juli dan 1,7 persen dari April.

Kammer menilai Meloni harus menggunakan keuangan publik untuk meredam pukulan ekonomi dari harga energi tinggi yang dirasakan oleh industri padat energi dan keluarga miskin.

"Kami memerlukan bantuan tertarget dan sementara hanya untuk orang-orang yang paling terdampak krisis energi dan ekonomi," kata Kammer.

Kendati demikian, para ahli mencatat Meloni mungkin terbatasi oleh janji kampanye untuk tidak memperjuangkan kebijakan ekonomi yang akan menambah utang publik Italia yang sudah besar.

Menurut Institut Statistik Nasional (ISTAT) Italia, rasio utang Pemerintah Italia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat 150,3 persen pada akhir 2021. Angka itu menjadi salah satu yang tertinggi di dunia di antara negara-negara industri.
 
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni. (ANTARA/Xinhua) 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022