Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden mendorong pemerintah daerah mengambil langkah-langkah strategis agar seluruh pekerja, baik penerima upah maupun non-penerima upah, di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).

Deputi II KSP Abetnego Tarigan dalam acara sosialisasi Peraturan Mendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2023 untuk Jamsostek dan JKN di Jakarta, Rabu, menegaskan pemberian jaminan sosial merupakan bentuk investasi dan bukan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kita harus ubah mind set bahwa pemberian jaminan sosial adalah sebuah investasi, bukan beban terhadap APBD. Kita harus memiliki obligasi moral untuk memberikan perlindungan yang optimal," kata Abetnego dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 secara spesifik mengatur tentang pendaftaran pekerja non-aparatur sipil negara (ASN), aparatur pemerintahan desa, RT/RW, dan pekerja rentan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan JKN. Bagi daerah yang memiliki kapasitas fiskal baik, Pemerintah meminta pemda menambahkan kepesertaan tersebut pada Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun.

Baca juga: Menaker harapkan Jamsostek dukung hunian terjangkau pekerja migran

Selain itu, Permendagri tersebut juga mengatur tentang kepastian alokasi anggaran untuk pembayaran iuran, termasuk untuk penerima bantuan iuran JKN dan mensyaratkan kepesertaan aktif Jamsostek dan JKN dalam pelayanan administrasi.

Abetnego menjelaskan penerbitan permendagri tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendorong cakupan semesta JKN dan Jamsostek, sebagaimana dimandatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam RPJMN 2020-2024, menurut dia, Pemerintah telah menargetkan cakupan kepesertaan JKN sebanyak 98 persen pada 2024; sedangkan RKP 2023 menargetkan cakupan kepesertaan JKN 91 persen penduduk.

Abetnego menyebutkan per September 2022 cakupan JKN sudah mencapai 89,3 persen penduduk. Namun, dari jumlah tersebut, 18,6 persen di antaranya adalah peserta tidak aktif.

Baca juga: BPJS Kesehatan hadapi tantangan peningkatan mutu layanan

Sementara untuk cakupan Jaminan Ketenagakerjaan per Juni 2022, JKK-JKM masih mencatatkan sebanyak 32,8 juta pekerja; sedangkan kepesertaan JHT sebanyak 16,9 juta pekerja dan Jaminan Pensiun sejumlah 13,7 juta pekerja.

"Kami masih harus bekerja keras untuk mencapai target cakupan semesta, baik JKN atau Jaminan Ketenagakerjaan. Kuncinya adalah kolaborasi dari kita semua," tambahnya.

Dia juga mengingatkan bahwa keikutsertaan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan kesehatan menjadi penting untuk memastikan adanya perlindungan terhadap seluruh risiko, seperti sakit, kecelakaan kerja, PHK, hingga kematian.

"Contoh konkret adalah saat terjadinya pandemi COVID-19," ujar Abetnego.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan optimalisasi pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2022.

Baca juga: BPJAMSOSTEK luncurkan Gerakan Nasional Sertakan lewat aplikasi JMO

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022