Bogor (ANTARA) -
Pemerintah terus mengakselerasi investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam Aero Technic (BAT) guna mendorong bisnis aviasi berbasis MRO (Maintenance, Repair, & Overhaul) pesawat udara dan logistik.

Keterangan Kemenko Perekonomian yang diterima di Bogor, Jawa Barat, Sabtu, menjelaskan sebagai upaya akselerasi Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto meninjau perkembangan kawasan itu yang menjadi showcase Indonesia siap menerima investasi industri semikonduktor, digital talent, dan berbagai usulan proyek, seperti yang dibahas dalam kunjungan kerja ke Washington DC, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.

“Pertama kunjungannya ke KEK Batam. Tadi kita tinjau fasilitas yang ada. Ditambahkan, bahwa ke depan dibutuhkan kerja sama untuk engine maintenance. Saat ini kami sedang bicara dengan General Electric dan kami mengarahkannya ke BAT. Engine maintenance ini sangat diperlukan, apalagi Batam Aero Technic memiliki 600 engine. Jadi itu sudah captive market sendiri,” kata Menko Airlangga.

Baca juga: Airlangga ajak Dubes AS dan Kanada lihat peluang investasi di Batam

Pada kunjungan tersebut Menko Airlangga ditemani oleh Duta Besar Kanada untuk Indonesia Nadia Burger dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Y Kim.

Sebagai informasi KEK Batam beroperasi berdasarkan PP Nomor 67 Tahun 2021 yang berfokus pada kegiatan industri berbasis (MRO) pesawat udara serta logistik. Selain itu KEK Batam telah terintegrasi dengan Bandara Hang Nadim, sehingga terhubung dengan berbagai fasilitas seperti runway pesawat, penyediaan bahan bakar pesawat, hingga air dan listrik yang mampu melancarkan aktivitas industri MRO.

Adapun dari 30 hektare lahan KEK Batam, saat ini sudah digunakan 60 persen dan dari komitmen investasi sebesar Rp7,29 triliun hingga 2023, sampai saat ini telah terealisasi sebesar Rp567 miliar dan telah menyerap 1.404 tenaga kerja dari target 9.976 tenaga kerja di tahun 2030.

Baca juga: Airlangga Hartarto dorong industri MRO dongkrak daya saing

Selanjutnya KEK Batam dalam jangka menengah diharapkan mampu menangkap peluang dari pasar Asia Pasifik yang memiliki sekitar 12.000 unit pesawat dan nilai bisnis sebesar 100 miliar dolar AS pada 2025.

Lalu pembangunan kawasan ini diperkirakan akan menghemat devisa 65 - 70 persen dari kebutuhan MRO, dari maskapai penerbangan nasional atau senilai Rp26 triliun per tahun.

Selain itu terdapat potensi kemitraan strategis MRO dengan beberapa perusahaan AS dan Kanada seperti Goodrich, Rockwell Collins, Proponent, Collins Aerospace, Boeing, Teledyne Technologies, Meggitt, Honeywell, dan Hamilton Sundstrand.

Baca juga: Menperin sebut industri MRO tekan impor komponen pesawat
 

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022