Jakarta (ANTARA) - Said Aqil Siroj (SAS) Institute menilai peringatan Hari Pahlawan sejatinya bentuk meneguhkan kembali fatwa dan petuah para ulama menjadi spirit bagi gerakan rakyat.

"Memperingati Hari Pahlawan sejatinya meneguhkan kembali momen ketika fatwa dan petuah para ulama menjadi spirit bagi gerakan rakyat," kata Direktur Eksekutif SAS Institute Sa'dullah Affandy dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Sa'dullah Affandy menjelaskan setiap 10 November Bangsa Indonesia selalu memperingatinya sebagai Hari Pahlawan.

"Sebuah hari yang menjadi bukti atas keberanian dan penolakan rakyat Indonesia terhadap semua bentuk penjajahan, meski dilakukan oleh negara dengan kekuatan militer sangat disegani di dunia, Inggris," katanya.

Kemudian, menurut dia 10 November juga membuktikan bahwa tekad yang kuat, dan keberanian yang digelorakan oleh semangat jihad dapat memantik kesadaran orang bahwa penindasan selain tidak dapat dibenarkan juga harus dilawan serta tidak dapat dibiarkan begitu saja.

"Rakyat Surabaya, sebagai aktor utama pertempuran Surabaya yang menjadi palagan peperangan, membuktikannya. Betapa mesin perang Inggris, pesawat tempur termutakhir, serta para Gurkha, tidak dapat mencegah tewasnya Mallaby, jenderal Inggris, di tangan seorang santri," ucapnya.

Hari Pahlawan, kata dia, tidak bisa dilepaskan dengan peran dan kiprah kaum pesantren. Bahkan, lahirnya keberanian rakyat yang memantik perlawanan terhadap kolonial dipicu oleh adanya fatwa jihad dari Hadlaratusysyaikh Hasyim Asyari.

"Dengan kata lain, Hari Pahlawan 10 November merupakan implementasi dari Hari Santri yang melahirkan Resolusi Jihad. Tidak akan ada Hari Pahlawan, kalau tidak ada Hari Santri atau Resolusi Jihad," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia memperingati Hari Pahlawan sejatinya meneguhkan momen ketika fatwa dan petuah para ulama menjadi spirit bagi gerakan rakyat.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022