Dari Indonesia sendiri, permasalahan pengobatan gangguan neurologi disebabkan oleh faktor kemerataan pelayanan kesehatan yang kurang, biaya yang memang tinggi, serta tidak banyak rumah sakit dengan fasilitas standar pelayanan syaraf dasar
Badung, Bali (ANTARA) - Ketua Forum Neuroscience20 (N20) ke-9 Dr dr  Asra Al Fauzi, SE, MM, Sp.BS (K), FICS, IFAANS mengatakan bahwa seluruh delegasi ahli syaraf yang hadir di Provinsi Bali akan berdiskusi soal biaya tinggi dari pengobatan gangguan neurologi.

"Kita tahu bahwa penyakit syaraf sangat berat, ini kritis dan membutuhkan waktu dan biaya cukup mahal. Seperti stroke selalu berakhir dengan kecacatan atau kematian kemudian biayanya tinggi untuk operasi atau diagnostik," katanya di Kabupaten Badung, Bali, Ahad.

Dalam pertemuan N20 di kawasan Nusa Dua pada 13-14 November 2022 dihadiri oleh para ahli penyakit syaraf dari negara G20 yang akan berdiskusi untuk melahirkan rekomendasi terkait pelayanan bedah syaraf yang efektif, efisien, dan terjangkau terutama untuk negara-negara berkembang.

"Kita harapkan nanti dua hari rapat akan menghasilkan suatu rekomendasi, terutama kepada pemerintah Indonesia, masukan-masukan baru bagi pemerintah, rumah sakit, dan dokter yang terkait langsung dengan penyakit kelainan syaraf di Indonesia," katanya.

Ahli bedah syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) RS Dr Soetomo itu menjelaskan bahwa selama forum berlangsung akan dilakukan pengumpulan data seperti data jumlah penyakit, data fasilitas layanan kesehatan, data dokter di Indonesia, dan data demografi untuk selanjutnya didiskusikan bersama ahli syaraf N20.

Dari Indonesia sendiri, kata dia, permasalahan pada pengobatan gangguan neurologi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya soal kemerataan pelayanan kesehatan yang kurang, biaya yang memang tinggi, serta tidak banyak rumah sakit dengan fasilitas standar pelayanan syaraf dasar.

"Harus saya sampaikan bahwa khususnya stroke itu angkanya selalu meningkat bahkan bergeser ke usia muda, dan tercatat bahwa stroke dan kelainan jantung adalah penyebab nomor satu kematian di Indonesia, kemudian menyedot anggaran nomor tiga di Indonesia sehingga jadi beban bagi pemerintah," katanya.

Untuk itu, kata dia, melalui forum N20, ia berharap mendapat masukan untuk melahirkan rekomendasi kebijakan dari hulu yaitu upaya pencegahan ke masyarakat menuju hilir yaitu soal fasilitas dan upaya bagi pemerintah dan rumah sakit.

Pertemuan tahunan pendukung pertemuan G20 yang digagas oleh Society for Brain Mapping and Therapeutics (SBMT) bekerja sama dengan FK Unair itu juga membahas soal kondisi gangguan mental yang turut meningkat di dunia.

"Jadi gangguan mental itu salah satu bagian dari ilmu neurologi atau kelainan syaraf. Masalahnya ada yang ketergantungan dengan obat-obat terlarang, peningkatan angka bunuh diri yang semakin tinggi, dan angka stres yang tinggi pada usia milenial," kata  Asra Al Fauzi .

Sementara itu CEO SBMT Babak Kateb, MD, PhD menyebut isu tersebut tergolong penting di Indonesia.

Karena itu, pihaknya mendukung untuk Indonesia menjalankan yang terbaik setelah nanti terbentuk rekomendasi dari pertemuan N20.

"Peran N20 adalah untuk mendukung negara seperti Indonesia dengan kemampuan di fase mereka. Kami memiliki 100.000 ilmuwan di jaringan kami dan tugas kami adalah memastikan bahwa Indonesia memberikan kemampuan dan pengalaman yang tepat," demikian Babak Kateb.

Baca juga: AAIC: Epidemiologi demensia di Indonesia diprediksi meningkat tajam

Baca juga: Neuropati sering tidak disadari sebagai penyakit


Baca juga: Penyakit demensia-alzheimer hanya lima persen faktor turunan

Baca juga: Perdossi: Diagnosis neuropati sejak dini bisa cegah kerusakan saraf

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022