Yogyakarta (ANTARA) - Tim peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengembangkan penelitian untuk menangkap karbon dan mengembalikannya ke dalam tanah.

Penelitian itu berangkat dari pengembangan metode pendeteksi aliran fluida di dalam tanah oleh Tim Peneliti FMIPA UGM untuk mendeteksi keberadaan sungai di bawah tanah.

Baca juga: Kimiawan China temukan cara baru tangkap karbon dengan kombinasi trimetalik

"Saat ini metode itu dikembangkan lebih lanjut untuk terapan 'carbon capture' (penangkapan karbon) untuk mengembalikan karbon ke reservoar minyak bumi di dalam tanah," kata pengembang metode pendeteksi aliran fluida sekaligus ahli geofisika UGM Wiwit Suryanto melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin.

Sebelumnya dalam proses pengangkatan minyak bumi menghasilkan bahan bakar untuk industri dan transportasi, menurut Wiwit, karbon akan dilepaskan di atmosfer dan menjadi polutan.

Baca juga: Platform baru dorong gaya hidup rendah emisi karbon di Liaoning

Maka dengan metode kali ini, kata dia, karbon yang ada dikumpulkan.

Selanjutnya, karbon yang telah terkumpul tidak dilepaskan ke atmosfer, namun diinjeksi kembali ke reservoar di dalam tanah sehingga tidak mencemari udara dan mengurangi kadar karbon di udara.

Baca juga: Pendekatan mitigasi dan adaptasi jadi strategi capai netralitas karbon

"Saat proses injeksi karbon ini kan harus dipantau. Karbon bertekanan tinggi ini berbentuk fluida (cair) dipantau pergerakannya untuk memastikan supaya tidak keluar lagi, dipastikan kembali ke rumahnya lagi," ujar dosen Departemen Fisika, Program Studi Geofisika UGM ini.

Wiwit menjelaskan bahwa metode deteksi ini dikembangkan sejak awal 2022 bekerja sama dengan PT Pertamina untuk jangka waktu hingga tiga tahun ke depan.

Baca juga: BKI dukung pencapaian target dekarbonisasi di Indonesia

Saat ini pengembangan dilakukan dalam skala laboratorium dan rencananya pada 2023 metode tersebut akan dikembangkan dalam skala "pilot project" yang akan diimplementasikan di lapangan minyak milik Pertamina.

"Hasilnya cukup menjanjikan. Metode ini bisa melihat adanya perubahan tahanan jenis tanah (resistivity) yang bisa dideteksi di permukaan saat injeksi fluida," kata dia.

Baca juga: Kemenparekraf tugaskan Jejak.in hitung emisi karbon dari G20
Baca juga: Akademisi UI: Pepohonan sangat penting mengurangi emisi CO2

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022