Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) hasil Muktamar Semarang pimpinan Muhaimin Iskandar menolak wacana kocok ulang pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semakin santer menyusul pernyataan Wakil Ketua DPR dari Partai Bintang Reformasi (PBR) Zaenal Maarif yang ingin mundur dari jabatannya itu. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB versi Muktamar Semarang Marwan Jakfar kepada pers di Jakarta, Jumat malam, menyatakan, wacana kocok ulang pimpinan DPR hanyalah wacana yang mengada-ada dan tidak relevan dengan tugas pokok DPR sebagai wakil rakyat. "Sebaiknya DPR lebih berkonsentrasi pada program yang telah dicanangkan seperti pembahasan undang-undang sekaligus membuktikan bahwa DPR serius sebagai wakil rakyat," kata Marwan. Menurut Wakil Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI itu, untuk mengocok ulang pimpinan DPR bukan persoalan gampang karena menyangkut banyak hal, termasuk aturan perundang-undangan, terutama yang menyangkut susunan dan kedudukan DPR. Wacana kocok ulang digelontorkan sejumlah fraksi di DPR yang merasa memiliki jumlah kursi lebih banyak dibanding kursi yang dimiliki fraksi lain yang menempatkan orangnya di jajaran pimpinan DPR yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Fraksi-fraksi tersebut merasa lebih berhak mendudukkan wakilnya daripada FKB dan Fraksi Partai Bintang Reformasi yang memiliki jumlah kursi lebih sedikit dari mereka. Saat ini Muhaimin Iskandar dari FKB dan Zaenal Maarif dari Fraksi PBR menduduki jabatan wakil ketua DPR. Sementara itu DPP PKB versi Muktamar Surabaya pimpinan Choitul Anam justru mendukung wacana kocok ulang pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal PKB versi Muktamar Surabaya Idham Cholied berpendapat wacana itu cukup realistik. "Kocok ulang pimpinan DPR merupakan pilihan realistik yang harus ditempuh tiada lain untuk lebih membangun suasana politik yang lebih kondusif untuk meningkatkan kinerja dewan," katanya. Disadari atau tidak, kata Idham, pimpinan DPR saat ini memang terlahir dari pertarungan politik atas dasar rivalitas antara koalisi kebangsaan dengan koalisi kerakyatan yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan keadaan saat ini. Bukti yang paling sederhana, katanya, adalah pimpinan alat kelengkapan DPR seperti komisi, badan dan panitia, sudah mengalami perubahan dan penyegaran. "Dengan demikian perubahan pimpinan DPR adalah keharusan untuk membangun sistem politik yang lebih demokratis, kondusif, akomodatif, dan proporsional," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006