Denpasar (ANTARA) -
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah Bali, Komisaris Besar Polisi Stefanus Setianto, menyatakan, pihaknya telah memeriksa sebanyak 30 orang saksi terkait kasus reklamasi Pantai Melasti di  Ungasan, Badung, Bali.
 
"Polda Bali telah melakukan pemeriksaan terhadap sebanyak 30 saksi, kemudian juga adanya barang bukti berupa foto-foto baik di perairan pesisir pantai Melasti yang diuruk maupun juga foto copy, foto citra satelit 2018 dan 2020 dari BPN Kabupaten Badung," kata dia, saat ditemui di Denpasar, Bali, Kamis.

Baca juga: Menparekraf bahas pengembangan pariwisata Pantai Melasti Bali
 
Sebanyak 30 orang yang diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali berasal dari instansi yang berbeda dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Badung dan juga Provinsi Bali yang meliputi Satpol-PP, dan Dinas PUPR.

Juga Dinas Perikanan, kelompok nelayan termasuk warga setempat, manajer PT Tebing Mas Estate, dinas kelautan dan perikanan Provinsi Bali, dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, komisaris PT Tebing Mas Estate, dan Dinas Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali.

Baca juga: Ratusan umat Hindu gelar Melasti di Pantai Paseban
 
Ia mengatakan, penanganan kasus reklamasi yang dilaporkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung I Gusti Agung Suryanegara dilakukan pada tanggal 20 Juni 2022 dimana dalam laporan tersebut pelapor memantau usaha yang berada di Pantai Melasti di Ungasan itu. 
 
Dalam pengawasan tersebut, pihak pelapor melihat gundukan di perairan Pantai Melasti. Pelapor yang melihat adanya aktivitas reklamasi tersebut pun melakukan pengecekan dan ditemukan pengerukan atas nama PT Tebing Mas Estate.

Baca juga: Umat Hindu rayakan Melasti di Pantai Ngobaran
 
"Saat dimintai dokumen berupa ijin-ijin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, agar dapat melakukan pengerukan tebing dan pengurukan perairan pantai melasti, pihak PT Tebing Estate tidak dapat menunjukkan ijin-ijinnya," kata dia. 
 
Karena ada dugaan tindakan tersebut merupakan aktivitas ilegal, kemudian pelapor membuat laporan ke Polda Bali.

Ia menjelaskan dari hasil pemeriksaan dan kegiatan reklamasi tersebut, pasal yang disangkakan adalah UU Nomor 26/2007 dan UU Nomor 32/2009 dan atau UU Nomor 1/2014 salah satunya terkait tata ruang Lingkungan Hidup dan Pulau-pulau Pesisir Pantai.

Baca juga: Pantai Kuta dipadati umat Hindu
 
"Dari hasil itu nanti kami akan tinggal membuat laporan hasil lidik . Setelah itu dilakukan gelar perkara, apakah kasus tersebut bisa naik sidik. Dalam hal ini penyidik Subdit II Krimum (Kriminal Umum) akan membuat laporan hasil lidik untuk dilakukan gelar perkara," kata dia.
 
Sementara itu, Kasubdit II Direktorat Reserse Krimininal Umum Polda Bali, AKBP I Made Witaya, mengatakan, menurut data dari BPN Badung, luasnya wilayah yang masuk reklamasi tersebut mencapai 22.310 meter persegi.
 
Lahan itu, kata dia, menurut rencana awal diperuntukkan bagi kelompok nelayan dari warga Ungasan untuk membuat penampungan ikan.

Baca juga: Ritual Melasti di Berbagai Pantai Bali
 
Berdasarkan hasil penyelidikan penyidik Polda Bali, kegiatan reklamasi tersebut diketahui sudah dimulai sejak 2019.
 
Witaya mengatakan berdasarkan penelusuran aset dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Badung, wilayah tersebut bukan merupakan wilayah milik Desa Ungasan, tetapi milik pemerintah Kabupaten Badung.
 
"Hasil dari pemeriksaan BPN Badung bahwa tanah tersebut adalah tanah negara karena sama sekali tidak ada alasan yang melekat di situ. Termasuk warga Ungasan tidak memiliki hak untuk pengelolaan dan sebagainya. Ini merupakan tanah negara bebas, sesuai dengan peta satelit yang didapat dari peta satelit dari BPN Badung," kata dia. 
 
Ia menjelaskan secara kronologis, pengerukan di Pantai Melasti pada mulanya berawal dari adanya keinginan dari Desa Ungasan mendapatkan PAD untuk pengembangan desa tersebut. Hal itu mendesak karena dana di Lembaga Pengkreditan Desa mengalami kejatuhan dan pada saat yang sama ada beberapa warga yang harus mendapatkan uang dari LPD itu.
 
"(Pantai Melasti) satu-satunya akses atau potensi yang ada di situ, sehingga dari desa adat berencana untuk menyewakan lahan ini kepada PT Tebing Mas untuk mengembalikan aset LPD yang waktu itu bermasalah," kata dia. 
 
Lebih lanjut, kata dia, nilai kontrak dalam proyek tersebut hampir mencapai Rp7 miliar dimana Rp4 miliar telah dilakukan transaksi antar dua pihak.
 
Dalam waktu dekat, kata dia, penyidik Polda Bali akan melakukan gelar perkara untuk membuat jelas apakah kasus tersebut bisa lanjut ke penyidikan atau tidak.

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022