Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 69,51 persen penduduk Indonesia belum tamat atau lulus sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat agar seluruh penduduk minimal tamat SLTP sesuai program wajib belajar sembilan (SD dan SLTP) yang dicanangkan pada tahun 1994. "Sesuai hasil Sensus BPS tahun 2000 bahwa 69,51 persen penduduk belum tamat SLTP itu terbagi atas 34,22 persen tamat SD dan 35,29 persen belum tamat SD," kata Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) Fajar R Zulkarnain di Jakarta, Selasa. Sementara itu, jumlah penduduk yang tamat SLTP sebesar 13,57 persen, tamat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) sebanyak 13,98 persen, tamat D-1 dan D-2 (0,54 persen), tamat D-3, S-1, S-2, S-3 sebebesar 2,38 persen. Dalam diskusi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2006 itu, Fajar mengatakan, masih banyaknya penduduk yang belum tamat SLTP berdampak jumlah penduduk miskin yang semakin bertambah. "Masih banyaknya penduduk miskin dan belum tamat SLTP secara tidak langsung merupakan cerminan bahwa bangsa Indonesia belum mampu mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan proses pencerdasan bangsa dalam kehidupan semua rakyatnya," katanya. Untuk itu, PB-HMI meminta pemerintah untuk merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada semua tingkatan pemerintahan baik di APBN, APBD provinsi maupun kabupaten/kota, serta menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun dengan subsidi penuh (gratis). Pemerintah juga diminta meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidikan (guru dan dosen), meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pendidikan sesuai jumlah siswa, memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana bangunan sekolah dan peralatan penunjang lainnya. Selain itu, pemerintah perlu mengkaji ulang metode belajar mengajar dan kurikulum pendidikan yang dapat dipahami dan dilaksanakan oleh tenaga pendidik, serta mengevaluasi swastanisasi pendidikan tinggi dan menuntaskan pengusutan penggunaan gelar akademik yang tidak sah yang didapat dari perguruan tinggi ilegal. Menanggapi rencana pemerintah yang baru bisa memenuhi anggaran pendididikan sebesar 20 dari APBN pada 2009, Fajar berharap, pemerintah segera memenuhi anggaran pendidikan 20 persen tahun 2006 sesuai perintah UUD 1945 yang dananya dapat diambilkan dari pengembalian anggaran yang dikorupsi dan dari dana kenaikan pajak. "Tanpa komitmen dan pemahaman visi yang sama dari jajaran tentang pentingnya investasi SDM melalui penyediaan anggaran 20 persen dari APBN, maka kualitas SDM penduduk Indonesia akan tertinggal dari negara tetangga," katanya. Peringatan Hardiknas juga ditandai aksi unjuk rasa oleh kalangan mahasiswa tergabung dalam HMI di berbagai kota seperti di Jakarta, dengan menuntut pemerintah untuk merealisasikan sebesar 20 persen anggaran pendidikan dari APBN.(*)

Copyright © ANTARA 2006