Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan masyarakat yang tidak setuju terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) bisa mengajukan gugatan ("judicial review") ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, maka dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," kata Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pasal-pasal yang dianggap kontroversial dan bisa memicu ketidakpuasan bagi sebagian kelompok masyarakat harus disampaikan melalui mekanisme yang benar.

Yasonna mengakui penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR RI sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis.

Baca juga: Paripurna DPR setujui pengesahan RUU KUHP
Baca juga: Anggota DPR: Pastikan implementasi KUHP tidak rugikan publik


Namun, Menkumham berusaha meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Ia mengatakan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti dan partisipatif. Pemerintah bersama DPR RI mengakomodasi berbagai masukan serta gagasan dari publik.

"RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia," kata dia.

Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa menyetujui RUU KUHP disahkan menjadi undang-undang.

"Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Setelah itu, seluruh anggota DPR RI yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022