Data dari The World Bank mengatakan human capital index Indonesia masih di urutan 130 dari 199 negara
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (human capital index) Indonesia menduduki peringkat 130 dari 199 negara di dunia.

“Data dari The World Bank mengatakan human capital index Indonesia masih di urutan 130 dari 199 negara, begitu juga dengan peringkat EQ kita yang menduduki peringkat enam di ASEAN,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Forum Nasional Stunting di Jakarta, Selasa.

Hasto menuturkan angka stunting yang sekarang masih 24,4 persen merupakan cerminan dari rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Dengan capaian indeks yang rendah itu, stunting ini menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam pembangunan.

Berdasarkan arahan Presiden dan Wakil Presiden, pada tahun 2024, Indonesia harus bisa mencapai angka stunting 14 persen agar kualitas sumber daya manusia dapat semakin dipacu dan mewujudkan Indonesia Maju.

"Dari beberapa tahun sebelum tahun 2022 ini, penurunan stunting belum pernah melewati angka dua persen per tahun. Sesuai arahan Bapak Wapres di tahun 2022 ini, diharapkan optimalisasi penurunan angka stunting bisa mencapai tiga persen, sehingga bisa diproyeksikan tahun 2024 bisa mencapai angka 14 persen,” ujarnya.

Dalam menjalankan amanat yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, BKKBN menekankan percepatan stunting didasari oleh penguatan sinergi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga terkait melalui Rencana Aksi Nasional atau RAN PASTI.

Baca juga: BKKBN tunggu hasil SSGI 2022 Kemenkes pantau perkembangan stunting

Baca juga: BKKBN: Penguatan Dashat diimbangi dengan edukasi gizi seimbang


Beberapa upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui pengentasan stunting yakni menyediakan data keluarga berisiko stunting secara by name by address dan membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang sudah tersebar hingga kabupaten/kota.

“Ketiga kami juga memberikan pendampingan semua calon pengantin sebelum masuk usia subur dan melakukan surveilans pada kasus stunting yang khusus. Bagi kasus stunting yang sulit maka dilakukan audit di seluruh kabupaten/kota di Indonesia,” ujarnya.

BKKBN juga mulai menggerakkan tokoh agama untuk menyebarkan materi stunting dalam setiap dakwahnya seperti di DI Yogyakarta dan Brebes, Jawa Tengah. Program itu akan diperluas di seluruh wilayah pada tahun 2023.

Kemudian dalam menjalin kerja sama antar kementerian/lembaga, bersama dengan Kementerian PUPR, BKKBN mulai mengunjungi rumah keluarga berisiko stunting untuk melihat kepemilikan jamban dan sanitasi.

Bersama Kemendagri, regulasi anggaran di daerah kini dapat dikonvergensikan untuk masalah stunting. Sementara tahun depan, rencananya pemerintah akan memberikan makanan tambahan pendamping ASI pada target sasaran.

Hasto turut mengatakan bersama Kemendikbud melalui KKN Tematik, banyak perguruan tinggi yang sudah menjalankan program percepatan penurunan stunting dengan melibatkan mahasiswa untuk turun ke lapangan.

Hasto mengapresiasi semua pihak yang sudah bahu membahu menurunkan stunting. Dirinya berharap kerja sama tersebut tidak akan terputus meski angka stunting nantinya sudah mencapai target yang diminta Presiden RI Joko Widodo.

“Di bulan Agustus 2022 dilakukan rekonsiliasi satgas provinsi kabupaten terkhusus di 12 provinsi prioritas. Ini dilakukan sesuai arahan Pak Wapres, karena stunting tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah atau BKKBN sendiri,” katanya.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik melaporkan IPM Indonesia tahun 2022 mencapai 72,91, meningkat 0,62 poin (0,86 persen) dibandingkan tahun sebelumnya (72,29).

Status IPM menggambarkan level pencapaian pembangunan manusia dalam periode tertentu. Status IPM sangat tinggi apabila IPM ≥ 80, tinggi 70 hingga 80, sedang 60-70, dan rendah apabila kurang dari 60.

Baca juga: BKKBN nyatakan butuh waktu lama bagi RI untuk alami resesi seks

Baca juga: BKKBN: Kerja keras harus dilakukan guna turunkan prevalensi stunting


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022