SMK di Natuna sepi dari peminat
Natuna (ANTARA) - Ombudsman RI perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) menyarankan kepada pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melakukan revitalisasi terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) agar meningkatkan minat calon siswa untuk sekolah di SMK yang ada di Kabupaten Natuna.

"SMK di Natuna sepi dari peminat, berdasarkan data yang disampaikan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau di Natuna jumlah siswa SMK hanya 9 persen, sedangkan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) 91 persen," kata Kepala Ombudsman RI perwakilan Kepri, Dr Lagat Siadari di Natuna, Jumat.

Ia mengatakan, data menunjukkan di Natuna terdapat 14 SMA dengan jumlah siswa sebanyak 3.200 siswa, sedangkan SMK yang ada berjumlah enam sekolah dengan jumlah siswa hanya 328 orang.

" Kalau dirata-ratakan setiap sekolah SMA minimal terdapat siswa sebanyak 229 orang, sedangkan setiap SMK hanya diikuti oleh 54 siswa,” jelasnya.

Baca juga: Ombudsman ingatkan Pemerintah Kepri tambah sarana prasarana sekolah

Baca juga: Kemendikbud: Disdik Natuna harus perhatikan kalendar akademik


Ia juga menyampaikan, saat melakukan edukasi pelayanan publik di SMK 1 Bunguran Timur, Natuna pada Kamis (8/12) Ombudsman menemukan fakta bahwa jumlah siswa di SMK tersebut hanya 120 siswa.

"Padahal ada empat jurusan menarik, yaitu jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan (APHPi), Agribisnis Perikanan (AP), Teknik Kapal Penangkap Ikan (TKPI) dan Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI)," katanya menjelaskan.

Ia berpendapat, minimnya siswa di SMK tersebut berdampak pada kecilnya dana BOS yang diperoleh sehingga mempengaruhi kemampuan finansial untuk operasional dan perawatan sekolah.

"Sejumlah bangunan terkesan sudah terlantar, fasilitas sekolah juga minim, lingkungan sekolah juga kurang rapi atau asri layaknya sekolah yang ditata dengan baik,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan menurut pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepri Cabang Natuna beralasan kurang minat orang tua menyekolahkan anak mereka di SMK karena beban biaya.

Ia juga mengatakan meskipun orientasi lulusan SMK diarahkan agar siap bekerja, namun SMK tetap kurang diminati karena biayanya yang lebih mahal dibandingkan SMA.

”Kami dapatkan informasi jika SPP di SMA hanya Rp50 ribu, sedangkan di SMK Rp100 ribu, belum lagi biaya praktek kerja dan ujian kompetensi," katanya.

Hal itu karena adanya keterbatasan fasilitas di Natuna yang mengharuskan siswa melakukan praktek di luar daerah.

"Diantaranya Batam, Jakarta atau Kalimantan Barat, orang tua kembali terbebani untuk menyiapkan pembiayaan transportasi, akomodasi dan konsumsi,” ungkapnya.

Karena itu, Ia berharap agar Pemerintah Provinsi Kepri melalui Dinas Pendidikan menyusun terobosan untuk melakukan revitalisasi terhadap SMK di Kabupaten Natuna.

”Lakukan edukasi pada masyarakat bahwa sekolah di SMK dapat mendorong siswa lulusannya bekerja langsung," jelasnya.

Selain itu, Ia mengatakan pemerintah harus menghidupkan industri pada beberapa sektor, seperti perikanan dan pengolahan ikan di daerah tersebut.

"Jalin kerja sama dengan korporasi yang ada di luar Natuna, misalnya Batam, Jawa dan Kalimantan yang sesuai dengan kompetensi keilmuan yang mereka miliki,” katanya.

Langkah lain, menurut dia dengan meningkatkan kualitas lulusan SMK dengan meningkatkan sarana prasarana pendukung di sekolah, guru yang kompeten dan perlakuan-perlakuan khusus lainnya sehingga sekolah SMK menjadi menarik bagi masyarakat di Natuna.

”Bilamana telah dilakukan revitalisasi, nantinya masyarakat Natuna yang mayoritas mengandalkan pendapatan sebagai nelayan tentunya dapat mengarahkan anak-anaknya lebih memilih SMK, sehingga setelah lulus bisa langsung bekerja di Natuna maupun di luar,” kata Lagat.

Baca juga: Mendikbud : Sekolah satu atap solusi pendidikan di daerah 3T

Baca juga: Sekolah satu atap sangat membantu masyarakat Natuna

 

Pewarta: Cherman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022