Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia menguat pada awal perdagangan Rabu, dengan obligasi naik dan dolar AS mengalami kerugian setelah data menunjukkan harga konsumen AS hampir tidak naik pada November, memicu harapan bahwa inflasi telah memuncak dan kenaikan suku bunga akan melambat yang akhirnya berhenti pada 2023.

Namun demikian, kekhawatiran tentang langkah selanjutnya pembuat kebijakan menjaga sentimen tetap terkendali menjelang pertemuan Federal Reserve di kemudian hari serta pertemuan bank sentral di Inggris dan Eropa pada Kamis (5/12/2022). Investor juga waspada terhadap pembukaan kembali China.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang terangkat 0,6 persen. Indeks Nikkei Jepang naik 0,7 persen, indeks S&P/ASX Australia menguat 0,4 persen, indeks KOSPI Korea Selatan naik 0,9 persen, indeks Hangn Seng menguat 0,3 persen dan indeks CSI 300 China terdongkrak 0,1 persen.

Semalam Wall Street melonjak, sebelum memangkas kenaikannya membuat S&P 500 naik 0,7 persen pada penutupan. Dolar, yang jatuh dari tertinggi 20 tahun karena ekspektasi suku bunga AS mundur, turun secara luas dan tajam, sementara obligasi menguat.

"Ekuitas mengurangi kenaikan mereka di sesi ini," kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi di Mizuho Bank di Singapura, karena investor mencerna beberapa detail dalam data inflasi dan mengalihkan fokus mereka ke keputusan Fed pada pukul 19.00 GMT.

"Saya curiga itu sedikit, ditunggu teman-teman, selanjutnya adalah (Fed) dan mungkin kami ingin mengambil untung dan mempertahankan posisi kami tetap ramping."

Indeks harga konsumen AS meningkat 0,1 persen bulan lalu, 0,2 poin persentase lebih lambat dari perkiraan para ekonom, dan dalam 12 bulan hingga November, IHK utama naik 7,1 persen, laju paling lambat dalam sekitar satu tahun.

S&P 500 naik hampir 2,8 persen pada satu tahap, sedangkan Nasdaq naik sebanyak 3,8 persen sebelum ditutup 1,0 persen lebih tinggi. S&P 500 berjangka naik sekitar 0,2 persen di Asia.

Imbal hasil obligasi AS 10 tahun turun 11 basis poin semalam dan stabil di 3,4975 persen di awal perdagangan Asia. Imbal hasil dua tahun, yang mengikuti ekspektasi suku bunga jangka pendek, turun 17,4 basis poin.

Dolar AS turun 1,5 persen terhadap yen setelah data inflasi dan stabil di 135,58 yen di Asia. Indeks dolar AS turun ke level terendah enam bulan di 103,57, sebelum stabil di 104,01. Indeks turun lebih dari 9,0 persen dari level tertinggi dua dekade yang dibuat pada September.

Pasar berjangka memperkirakan Fed akan memperlambat laju kenaikan, tetapi masih menaikkan kisaran target suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi antara 4,25 persen dan 4,5 persen pada Rabu.

"Sekarang ada tanda-tanda yang jelas bahwa inflasi melemah, namun masih pada level tinggi," kata Tareck Horchani, kepala transaksi Prime Brokerage, di Maybank Securities di Singapura.

"Pasar ingin tahu apakah Fed akan mengubah sikap mereka," katanya, dengan proyeksi median pada September menunjukkan akan mencapai puncak suku bunga dana Fed sekitar 4,6 persen tahun depan.

Di tempat lain di pasar mata uang, dolar Australia mencapai level tertinggi tiga bulan di 0,6893 dolar AS setelah data inflasi, sebelum mundur sedikit untuk diperdagangkan di 0,6829 dolar AS.

Euro, sterling, dan dolar Selandia Baru mencapai level tertinggi enam bulan, dan euro terakhir duduk di 1,0637 dolar.

Minyak dibawa 1,0 persen lebih tinggi sebelum memangkas kenaikan sedikit di Asia dengan Brent berjangka bertahan di 80,22 dolar AS per barel dan minyak mentah AS di 75,02 dolar AS per barel.

Bitcoin memantul semalam, tetapi tidak dapat mempertahankan kenaikan di atas 18.000 dolar AS.

Baca juga: Saham Asia dibuka naik, ditopang optimisme putusan bunga bank sentral
Baca juga: IHSG awal pekan ditutup menguat, di tengah turunnya bursa saham Asia
Baca juga: Saham Asia dibuka turun, dolar naik jelang kenaikan bunga bank sentral

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022