Jakarta (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Oxford, Inggris, Sabina Alkire mengusulkan agar Pemerintah Indonesia menggunakan Indeks Kemiskinan Multidimensi Global atau Global Multidimensional Poverty Index (MPI) sebagai alat ukur untuk menilai keberhasilan penghapusan kemiskinan ekstrem secara komprehensif.

"Indonesia perlu memiliki andil global pada isu ini dengan mengambil pendekatan, strategi, dan cara pandang global dalam mengatasi tantangan domestik maupun global. Global MPI menawarkan referensi global terkait penghapusan kemiskinan ekstrem, pemilahan data yang beragam, dan metodologi terbaru setiap tahunnya mengacu pada tren global," kata Sabina melalui sambungan video pada Kamis.

Sabina menyampaikan hal tersebut dalam Forum Akademisi bertajuk "Menuju 0 Persen Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inklusif di Indonesia" yang diselenggarakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) di Jakarta.

Hadir dalam diskusi tersebut Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden selaku Sekretaris Eksekutif TNP2K Suprayoga Hadi, pakar ekonomi Universitas Harvard, Amerika Serikat, Rema Hanna, dan Penasihat Kebijakan Senior TNP2K Sudarno Sumarto.

Baca juga: TNP2K-IBER bahas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem

Menurut Sabina, penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan isu global, di mana pada 2030 telah ditetapkan PBB melalui "Sustainable Development Goals" bahwa kemiskinan ekstrem di setiap belahan dunia harus dihapuskan, sementara di Indonesia sudah ada Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Mengacu pada Global MPI 2012-2017, Indonesia, menurut Sabina, merupakan negara yang berhasil mengangkat 8 juta penduduk dari garis kemiskinan dalam rentang waktu yang cukup singkat, yakni 5 tahun.

"Sejumlah indikator MPI di antaranya kebutuhan atas kecukupan nutrisi, pemenuhan pendidikan dasar, akses listrik hingga sanitasi menunjukkan penurunan yang signifikan. Ini membuat Indonesia menjadi negara kedua tercepat setelah China yang berhasil menurunkan banyak indikator kemiskinan multidimensi," kata Sabina.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia disarankan untuk mengembangkan Indeks Kemiskinan Multidimensi Nasional.

Baca juga: PUPR percepat penurunan kemiskinan ekstrem lewat infrastruktur

Menurut dia, hal pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang selalu diperbarui setiap tahunnya.

"Kedua, diperlukan komunikasi yang ekstensif dengan pemerintah daerah dalam mendesain dan mengkomunikasikan kebijakannya terkait penghapusan kemiskinan ekstrem," kata Sabina.

Langkah berikutnya adalah mengintegrasikan MPI dengan gugus data yang dimiliki oleh masing-masing kementerian/lembaga terkait.

"Serta melibatkan mereka dan aktor terkait lainnya dalam proses penyusunan indeks kemiskinan nasional agar penerapannya sebagai kebijakan dapat dimengerti dengan baik oleh semua pihak," kata Sabina.

Sementara Suprayoga Hadi menyebutkan upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia hingga nol persen pada 2024 membutuhkan kolaborasi setiap pihak.

Baca juga: Pemerintah telah kucurkan Rp450 triliun untuk atasi kemiskinan

"Melalui strategi kemitraan Pentahelix, pemerintah bekerja sama dengan dunia usaha, komunitas, media, serta akademisi untuk merealisasikan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2024," kata Suprayoga.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022