Manado, Sulut (ANTARA) - Jalan berbatu terbentang menuju tambang emas rakyat di Desa Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Di kawasan tambang emas Desa Talawaan yang berdekatan dengan Desa Tatelu --yang juga dikenal sebagai daerah tambang emas-- tengah dilakukan upaya menuju pengolahan emas tanpa merkuri, yang dinilai lebih ramah lingkungan.

Penggunaan merkuri pada berbagai sektor industri, termasuk pertambangan emas skala kecil (PESK), berpotensi menimbulkan dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan. 

Selain itu, penggunaan bahan merkuri juga bisa mengancam kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung seperti tremor, gangguan motorik, gangguan syaraf, penyakit ginjal, paru-paru, dan iritasi kulit. 

Sektor pertambangan emas skala kecil (PESK) di Indonesia memang menjadi salah satu penyumbang penggunaan merkuri di Tanah Air bersama dengan manufaktur, energi dan kesehatan.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal 20 September 2017 melalui Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri.

Konvensi ini mendorong Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan pengurangan maupun pemusnahan (phase out) merkuri dan turunannya yang digunakan, emisi, dan lepasannya ke lingkungan pada pertambangan emas skala kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Konvensi Minamata.

Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) sebagai salah satu implementasi ratifikasi Konvensi Minamata yang sudah ditandatangani Indonesia. Di dalamnya terdapat target menghapus penggunaan merkuri 100 persen di sektor PESK pada 2025.

Langkah pengurangan dan penghapusan dilakukan mengingat dampak merkuri tidak hanya bagi lingkungan tapi juga manusia. Dunia tidak bisa melupakan krisis kesehatan berskala besar yang terjadi akibat keracunan merkuri, seperti penyakit Minamata atau sindrom kelainan fungsi saraf.

Penyakit itu sendiri diambil dari nama Kota Minamata di prefektur Kumamoto, Jepang, yang mengalami krisis kesehatan pada 1956 ketika ratusan orang mengalami penyakit dengan ciri khas kelumpuhan saraf. Ribuan orang meninggal dan puluhan ribu sisanya harus hidup dengan berbagai kondisi seperti lumpuh dan kehilangan penglihatan.

Dalam kasus itu ditemukan bahwa penyakit tersebut disebabkan keracunan merkuri salah satunya akibat konsumsi ikan yang berasal dari Teluk Minamata, yang tercemar limbah merkuri buangan pabrik yang berada di kota itu.

Untuk menghindari pencemaran lingkungan dan keracunan terhadap manusia maka pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang kini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan United Nations Development Programme (UNDP) dalam usaha untuk mengentaskan merkuri.

Salah satu fokusnya adalah penghapusan merkuri di PESK yang dilakukan lewat Proyek Global Opportunities for Long-term Development - Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining (GOLD-ISMIA).

Proyek itu bekerja di enam titik dalam durasi 2018-2023 yaitu Kabupaten Kulon Progo di D.I. Yogyakarta, Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat, Minahasa Utara di Sulawesi Utara, Halmahera Selatan di Maluku Selatan, Gorontalo Utara di Gorontalo dan Kuantan Singingi di Riau.

Dengan proyek tersebut, dalam periode 2019 sampai dengan 2022 telah berhasil mengurangi penggunaan merkuri sebesar 23 ton di enam titik tersebut. Sekitar 13,4 ton atau 58 persen adalah kontribusi dari Desa Tatelu dan Desa Talawaan di Minahasa Utara.

Besarnya kontribusi kedua desa di Minahasa Utara itu juga menjadi kabar mengejutkan sekaligus menggembirakan bagi Hukum Tua, sebutan kepala desa di Minahasa, di Desa Talawaan.

Hukum Tua Desa Talawaan Recky Sumampouw bercerita bahwa pada awalnya warga desa tidak mengetahui dampak merkuri kepada manusia dan lingkungan meski sudah terlibat dalam PESK sejak 1998, ketika perusahaan eksplorasi menemukan kandungan emas di desanya.

"Kami menggunakannya untuk mendapat hasil emas tersebut dari merkuri dan hasilnya agak lumayan," ujarnya ketika ditemui di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara pada Kamis (15/12).

Awalnya melalukan kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI), para penambang di Desa Tawalaan akhirnya membentuk koperasi pada 2011 untuk membantu legalitas usaha pertambangan mereka dengan mendapatkan izin pertambangan rakyat (IPR).

Pada 2019, GOLD-ISMIA kemudian masuk untuk mendorong penghapusan merkuri di usaha mereka. GOLD-ISMIA masuk tidak hanya mendorong alih teknologi dari merkuri tapi juga penguatan kelembagaan koperasi sebagai badan hukum untuk memastikan pengoperasian PESK berizin dan ramah lingkungan, ujar Recky yang merupakan salah satu pelaku awal PESK di desanya.

Tujuan itu berhasil dicapai di kedua desa di Minahasa Utara, dengan Recky mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan oleh GOLD-ISMIA mendorong keteraturan dalam operasi tambang dan menghindari kebocoran zat-zat yang tidak diinginkan ke lingkungan sekitar.

"Untuk Desa Talawaan, penggunaan merkuri saat ini sudah berkurang, dan untuk DAS ( daerah aliran sungai) sampai saat ini sudah berkurang pencemaran airnya," kata dia.


Upaya pemerintah

Hasil yang dicapai oleh kedua desa di Minahasa Utara yang menjadi percontohan GOLD-ISMIA itu juga mendapatkan apresiasi dari Direktur Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) KLHK Yulia Suryanti.

Selain menyoroti kesuksesan pengurangan merkuri sebesar 13,4 ton yang dicapai di Minahasa Utara, dia juga mengatakan bahwa transformasi menuju PESK tanpa merkuri di wilayah itu dapat terlihat dari peningkatan jumlah peralatan yang dibangun oleh penambang berupa tong untuk mengolah emas tanpa merkuri.

Pada 2019 terdapat 30 tong yang kemudian bertambah menjadi 53 pada 2020. Jumlah itu naik menjadi 70 tong pada 2021 dan meningkat 81 tong pada 2022.

"Proyek ini juga bisa membantu pemerintah daerah untuk penyusunan regulasi di daerah. Kami di enam lokasi proyek sudah kami bantu untuk menetapkan 14 peraturan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAD PPM) di tingkat provinsi dan kabupaten," ucapnya.

Upaya penghapusan merkuri di PESK tidak hanya dilakukan melalui sosialisasi dampak dan bahaya merkuri bagi lingkungan serta manusia tapi juga peningkatan kapasitas penambang dan pemerintah daerah.

"Kalau dari seluruh lokasi kami sudah melakukan pelatihan dan penyadartahuan hampir 3.000 orang penambang dan juga pemerintah daerah. Jadi tidak hanya yang melakukan kegiatan PESK tapi juga perangkat pemerintah daerah yang memang akan mengimplementasikan regulasi yang telah disusun," katanya.

Keberhasilan di Minahasa Utara, dapat menjadi pembelajaran bagi penambang lain baik di wilayah sekitar kabupaten itu atau antarpenambang dari luar daerah.

Proyek GOLD-ISMIA sendiri telah menyelesaikan 89 persen dari targetnya dan berhasil menyentuh sampai ke penambang dan pemerintah daerah sebagai penerima manfaat utama, menurut Head of Environtment Unit UNDP Indonesia Aretha Aprilia.

Tidak hanya itu, proyek itu juga telah berhasil mendukung para penambang perempuan dengan pembentukan koperasi khusus perempuan. Kegiatan GOLD-ISMIA  juga telah berbagi praktik terbaik dengan negara lain sebagai bagian dari planetGOLD Global.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Minahasa Utara Marthen Sumampouw menyatakan bahwa para pelaku PESK di wilayahnya merupakan pejuang-pejuang yang ikut berkontribusi dalam penghapusan merkuri di Tanah Air yang ingin dicapai pada 2025. Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara berkomitmen untuk 2025 merkuri dihapus di Minahasa Utara.

Dia mengatakan, kerja sama dengan KLHK, BRIN dan UNDP melalui GOLD-ISMIA telah berhasil berkontribusi dalam pengurangan merkuri di PESK wilayahnya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berkat transfer teknologi dari penggunaan merkuri menjadi metode sianidasi untuk pengolahan emas berhasil meningkatkan ekstraksi emas dari hasil PESK masyarakat. Semua berkontribusi menuju pertambangan emas yang bebas merkuri untuk lingkungan dan masyarakat yang lebih sehat.

 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022