Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia melemah pada awal perdagangan Jumat, mengikuti penurunan di Wall Street, sementara dolar menguat karena data AS yang solid menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan mempertahankan sikap hawkish untuk menjinakkan inflasi.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 0,69 persen, menghentikan kenaikan beruntun dua hari. Indeks-indeks utama Wall Street ditutup lebih rendah pada Kamis (22/12/2022) dengan Nasdaq yang padat teknologi tergelincir 2,0 persen.

Indeks acuan S&P/ASX 200 Australia kehilangan 1,01 persen di awal perdagangan, sementara Nikkei Jepang dibuka 1,0 persen lebih rendah.

Data klaim pengangguran mingguan AS menunjukkan pasar tenaga kerja yang masih ketat, sementara ekonomi pulih lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada kuartal ketiga.

Data dari Amerika Serikat "memicu kekhawatiran bahwa pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut pada tahun 2023 akan diperlukan untuk mendinginkan inflasi," kata Tony Sycamore, seorang analis pasar di IG.

Banyaknya data, yang biasanya dilihat secara positif, telah memicu kekhawatiran investor bahwa target suku bunga dana Fed dapat naik lebih tinggi dan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya, meningkatkan kemungkinan kontraksi ekonomi.

Saham-saham China dibuka lebih rendah, sementara pasar saham Hong Kong juga jatuh karena kekhawatiran resesi ketika China bergulat dengan lonjakan infeksi setelah Beijing meninggalkan kebijakan ketat nol-COVID untuk menahan virus.

Di pasar mata uang, yen Jepang melemah 0,20 persem versus mata uang AS di 132,61 per dolar, tetapi berada di jalur untuk kenaikan mingguan terbesar ketiga tahun ini lebih dari 3,0 persen, setelah bank sentral mengejutkan pasar pada Selasa (20/12/2022) dengan mengutak-atik kebijakannya pada obligasi pemerintah.

"Investor harus mempersiapkan diri untuk apresiasi yen yang cepat terhadap dolar begitu pasar melihat kebijakan moneter di Jepang dan AS membalik arah," kata analis Mizuho.

Lonjakan mata uang Asia terjadi setelah perubahan kebijakan mengejutkan bank sentral Jepang (BoJ) pada Selasa (20/12/2022) untuk memungkinkan imbal hasil obligasi 10 tahun bergerak 50 basis poin di kedua sisi target 0 persen, lebih lebar dari kisaran 25 basis poin sebelumnya.

Data pada Jumat menunjukkan inflasi konsumen inti Jepang pada November mencapai tertinggi baru 40 tahun sebesar 3,7 persen karena perusahaan-perusahaan terus meneruskan kenaikan biaya ke rumah tangga, menimbulkan keraguan pada pandangan BoJ bahwa inflasi dorongan biaya baru-baru ini akan terbukti sementara.

Angka inflasi terbaru kemungkinan akan mempertahankan harapan pasar bahwa bank sentral akan lebih lanjut mengembalikan stimulus besar-besaran tahun depan, menurut analis.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,057 persen menjadi 104,32. Euro naik 0,16 persen menjadi 1,061 dolar. Sterling terakhir diperdagangkan pada 1,2034 dolar, turun 0,07 persen.

Sementara itu, harga minyak naik karena ekspektasi ekspor minyak mentah Rusia yang lebih rendah dari wilayah Baltik pada Desember mengimbangi kekhawatiran bahwa badai Arktik yang menjulang di seluruh Amerika Serikat dapat menghentikan pertumbuhan permintaan bahan bakar transportasi pada musim liburan ini.

Minyak mentah AS naik 1,14 persen menjadi diperdagangkan di 78,37 dolar AS per barel dan Brent berada di 81,82 dolar AS per barel atau naik 1,04 persen. Emas spot bertambah 0,1 persen menjadi diperdagangkan di 1.793,64 dolar AS per ounce.

Baca juga: Saham India tertinggi di Asia, pertumbuhan ekonomi kuat picu harapan

Baca juga: Pasar saham Asia bergabung Wall Street menguat, yen terus naik

Baca juga: Rupiah menguat dipicu keputusan Bank Sentral Jepang

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022