Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari mengingatkan pentingnya keteladanan dalam institusi Polri mengingat kepolisian adalah wajah hukum sehari-hari masyarakat Indonesia.

“Gambaran saya keteladanan jadi sangat penting, jadi orang-orang untuk tertib patuh hukum dari keteladanan,” kata dia dalam rilis akhir tahun Polri 2022 di Mabes Polri di Jakarta, Sabtu.

Ia menyadari tuntutan tinggi tugas Polri sehingga wajar polisi tidak lepas dari sorotan masyarakat.

Menurut dia, polisi adalah sipil yang berseragam, memiliki tugas pokok melindungi, mengayomi, melayani, dan menegakkan hukum.

“Jadi polisi itu sipil berseragam, sehingga melayani, melindungi, dan penegakan hukum menjalani ritme yang tiga ini tidak mudah, senyum memberikan pelayanan, tapi di sisi lain sebagai penegak hukum itu tidak mudah,” ujarnya.

Baca juga: Polri masih berjuang bentuk Direktorat PPA

Dalam menghadapi tantangan tugas yang berat pada masa mendatang, Hasyim mengharapkan Polri meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) guna mengikuti perkembangan kejahatan saat ini seperti kejahatan siber.

“Peningkatan kapasitas, kualitas SDM sehingga mendorong temen-temen polisi bisa belajar lebih baik memiliki perkembangan dalam penegakan hukum,” katanya.

Dalam rilis akhir tahun 2022, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membeberkan capaian kinerja Polri selama satu tahun ini, termasuk kondisi yang memengruhi institusi hingga menurunkan kepercayaan publik.

Dalam pengamanan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, katanya, Polri menyiapkan Operasi Mantap Brata di tingkat Mabes Polri dan tingkat satuan wilayah (polda jajaran).

Polri juga telah melakukan nota kesepahaman dengan KPU RI dan Bawaslu dalam rangka mewujudkan pemilu yang damai, aman dan lancar, terhindar dari polarisasi, dan politik identitas.

Jenderal bintang empat itu menyebutkan jika pemilu berkualitas berhasil dilaksanakan lewat persatuan dan kesatuan, maka bonus demografi dapat dimanfaatkan menuju Indonesia 2045 dan masuknya investasi.

“Tapi jika gagal, terjadi polarisasi, segregasi di masyarakat, bonus demografi akan menjadi bencana demografi dan kemunduran proses pembangunan, mungkin terjadi perpecahan antar-sesama anak bangsa,” kata Sigit.

Baca juga: Kasus kejahatan di Sulbar meningkat 447 kasus pada 2022
Baca juga: Kapolri minta maaf belum sempurna melayani masyarakat
Baca juga: Polri undang KPU dan Bawaslu hadiri rilis akhir tahun


Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022